Secara etimologi, eko-nomi dan eko-logi dari akar kata yang sama, yakni oikos, yang berarti rumah, tempat bermukim, atau kediaman. Namun, sayangnya, dalam dua suku kata terakhir dari eko-nomi, terdapat nomos, yaitu hukum.
Hukum dalam artian ini merujuk pada tatanan peraturan
yang hanya dibebankan manusia sehingga asumsi “hanya manusia sebagai subjek
etis dan subjek hukum” menjadi mencolok. Nah, privilese inilah yang membuat ada
superioritas yang satu dan meniscayakan inferioritas yang lain.
Konsekuensi dari itu, lumba-lumba di tangki ekshibisi
dikaptivasi (ditawan) semena-mena, hutan digundul, laut direklamasi, dan singa
ditaklukkan menjadi objek (benda) safari. Dari ekonomi, manusia melupakan hukum
rimba.
Izinkan kawanan serigala sendiri yang
mendeklarasikannya: “Ini adalah deklarasi hukum rimba, yang usianya sudah setua
dan sama sejatinya dengan langit di angkasa. Serigala yang mematuhinya akan
hidup sejahtera, yang melanggarnya akan hidup nestapa dan binasa. Sebagaimana
sulur-sulur yang melilit batang pepohonan, hukum ini bersifat mengikat seluruh
hewan....” [Deklarasi dikutip dari film The Jungle Book (2016)]
Manusia hanya terlena oleh bunga merah, simbol
pengetahuan eksploitatif dan industrialisasi ekonomis yang merusak apa-apa yang
telah dibangun melalui gading gajah di hutan.
10/4/2019
0 Komentar