Ad Code

Responsive Advertisement

“Maju!” dengan tanda seru

“Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar, ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya,” kata Imam al-Syafi‘i. Di tempat lain aku juga pernah membaca ungkapan Phythagoras, “Wahai anak muda, jika engkau tidak sanggup menahan lelahnya belajar, engkau harus menanggung pahitnya kebodohan.”

Tentu aku tidak ingin memperdebatkan mengapa kedua aforisme tersebut nyaris sama. Yang ingin kugarisbawahi adalah bahwa keduanya sungguh menyatakan kebenaran. Selama ini, kedua aforisme tersebut telah mencambukku, bahkan mencaci-maki dan meludahi diriku, ketika aku lamban, letih, dan malas untuk “bertindak” (aku menerjemahkan “belajar” sebagai bertindak/bergerak melakukan segala hal yang benar-benar berguna untuk napas panjang kehidupan ini).

Aku tidak boleh berdiam diri, memampatkan langkah kaki, menyumpal pikiran, stagnan, atau berleha-leha dan bermanja ria untuk menikmati kemandekan ini, yang sebenarnya sungguh menyakitkan bagi perkembangan, pengembaraan, dan pendakian jiwa-ragaku.

Aku sungguh amat tidak cakap, tidak pintar, tidak kompeten, apalagi piawai/ahli dalam suatu hal; aku hanya mampu untuk menyusun strategi, berjuang, berupaya mewujudkan sesuatu yang memerlukan ikhtiar panjang dan melelahkan atas sesuatu yang barangkali adalah hal yang mulia, mudah-mudahan, juga bermanfaat.

Aku memerlukan pikiran dan tindakan, latihan dan pengasahan, terus-menerus, tak boleh terjeda dan terlena, untuk tetap berkonsentrasi, merenungi, kemudian menjalankan bidak-bidak catur, memikirkan belasan langkah ke depan, menyiasati langkah musuhku, yaitu rintangan, salah langkah, blunder, kegagalan, dan kekalahan, hingga aku dapat memenangkan pertandingan ini: pertandingan yang memang sejak sediakala telah disediakan oleh titipan nyawa, tiupan usia, dan mandat kewarasan atas nama manusia di tengah segenap himpitan putus asa, kejahilan, dan kemalasan.

Hingga kini, meski secara formal aku bukan lagi pelajar, tapi aku harus tetap belajar, apa pun, dari siapa pun, dan saat berada di mana pun; sebab hidup ini adalah kitab dan papan tulis, bacaan dan pelajaran yang digemebyarkan oleh Hyang Bibliografis. Oleh karena itu, aku harus memahami bahwa bergerak-belajar-bertindak adalah kegiatan yang berpangkal tapi tak pernah berujung. Sehingga, aku hanya tahu satu, yaitu, “Maju!” dengan tanda seru, dan harus meniadakan tanda titik dalam tulisan panjang pergolakan hidup ini

*30/4/2020

Posting Komentar

0 Komentar