Ad Code

Responsive Advertisement

Dilarang mudik dan pemudik dilarang kembali: antara dagelan dan kedongokan

Baru sekadar mengintip kalimat pertama pada tajuk utama surat kabar hari ini saja, pikiranku sudah kerepotan. Dengan kebandelannya, ia menggerutu, “Selama ini kan mudik dilarang, absurd sekali kalau pemerintah mengeluarkan larangan bagi para pemudik untuk kembali.”

Logika macam apa sih yang gemar dipertontonkan ke publik? Bayangkan talah, selama ini, secara gamblang, pemerintah bertungkus lumus menggembar-gemborkan larangan mudik; lalu kemudian kini muncul larangan para pemudik untuk kembali. Tentu saja kerancuan logis itu sama sekali tidak mengacu pada situasi pra-pelarangan mudik, sebelum 24 April, yang memang hampir satu juta orang telah bergerak dari Ibu Kota—karena menurut orang nomor satu di negeri ini, fenomena itu ialah fenomena orang yang “pulang kampung”, bukan mudik.

Lalu, apakah itu menunjukkan bahwa pelarangan mudik kemarin tidak efisien, alias petugas aparat bekerja secara labil? Atau memang mereka tidak menyadari konsekuensi logis dari pernyataan “pemudik dilarang kembali” itu mengimplisitkan bahwa seluruh skenario dan drama operasi ketupat kemarin itu mentah. Mbok ya kalau nggak becus itu nggak perlu dikhotbahkan, kan malu sendiri deh ente. HmmmZzz.

Atau dengan ini, larangan para pemudik untuk kembali, artinya terdapat penganuliran imajinatif terhadap “larangan mudik” yang secara konkret diselenggarakan sebulan lalu. Yo'opo seh, aku kok gak paham ambek kekonyolan ini.

26/5/2020



Posting Komentar

0 Komentar