Baru saja kolega saya dalam bidang jurnalisme kegudangan memublikasikan fakta viral dari satu-satunya figur publik di dunia esoterik. Kolega saya menutup tulisannya dengan pertanyaan filosofis, “(Ada apa) di balik sarung sang kaji?”
Bagi saya yang telah bergelut di dunia kompresor dan
kompor belasan tahun, saya pastikan bahwa pertanyaan itu akan segera membeldoskan
pertanyaan “ada-tidaknya Tuhan” di peringkat pertama sepanjang sejarah manusia.
Saya selaku redaktur utama di Washingbrong Post
dan penasehat asmara di The Guw Dank Times sudah menggelar terop
kemanten di depan ibuk-ibuk yang sedang bowo. Saya dengan gamblang
menyatakan bahwa, “Ibuk-ibuk semua yang tenang! Jangan gopoh headbangan.”
Tim cek fakta yang terdiri dari para mufasir, profesor hermeneutik, guru linguistik, pakar semiotik, mahasiswa koding, ahli kriptografi, filolog, sarjanawan pemodelan matematik, kritikus sastra, psikolog mikroekspresi, penerawang, tukang ngintip, pemilik indra keenam, dosen statistik, pengampuh matkul metodologi penelitian, para peramal, visionaris, gelandangan alim, seniman, fenomenolog, filosof, ulama esoteris, sosiolog, kosmolog, budayawan, dalang kejawen, sejarawan, ahlul kasyaf, dukun santet, dukun cabul, wewe gombel, makhluk halus, kuntilanak, dan sebangsa jin lainnya yang memegang otoritas pengetahuan; kesemuanya akan kami koordinasikan langsung untuk
bersinergi dengan badan inteligen global agar terus menelisik secara intensif
dan komprehensif mengenai perkembangan kasus adiluhung ini selama seminggu ke
depan dan akan kami selalu snapgramkan dan setorikan hasil mutakhir di lapangan
yang penuh dengan tipu muslihat. Maka siagalah selalu untuk nyekrol wal
ngumpan. Seperti pepatah lama: “kalau tidak punya kuota, mbantol'o wifine
tonggo.”
Ini problem besar dan super njlimet dalam rekam
jejak ilmu asmara. Tak pernah ditemui satu kasus yang mencoba menabrak
paradigma perjombloan. Salah seorang penasehat esoteris saya menyatakan bahwa
kasus semacam ini merupakan satu bentuk perkumpoan canggih yang bahkan Tuhan sendiri
pun belum sempat tahu. Ini di luar protokol kopit nentin.
Teman saya yang dikenal dengan sebutan Sunan Jogo
Jeding mendedahkan bahwa fenomena ini hasil persekongkolan selbrongi antara
senyawa molekul yang disemburkan oleh nogo sumur (yang dipelihara sang
kaji sejak alam diadakan) dan entitas gudang yang merupakan the Mother of
Black Hole (Sumber Lubang Hitam--yang hingga sekarang gemar diperbincangkan
wong dodol jamu dan Michio Kaku) yang dapat mengantarkan umat
tuna-asmara ke jagat multiverse yang penuh rantang klontang.
Dalam kontinum ruang-waktu multiverse itu,
untuk penggalian informasi akan kami libatkan tukang gali kubur, astronom,
penjual alat elektronik dan metronom, dan orang-orang yang istiqamah kesetrum
untuk kejang-kejang di haribaan pergudangan.
Menurut informasi mutakhir yang saya petik dari memean’e
tonggo, saya tidak habis pikir bahwa orang nomor satu di dunia, yaitu
Kordun (Koordinator Ndunyo), menempati asumsi metafisis sebagai “sebuah
kemungkinan teoretis” yang telah terlibat inheren dalam kasus adiluhung ini.
Ini akan menjadi headline di seluruh surat kabar dan akun gosip. Tak
terelakkan, hal ini akan menyibakkan dengan gamblang bahwa memang terdapat
konsekuensi dari masa lalu romantis yang telah dialami kedua belah pihak—mengingat
bahwa sang kaji sejak semester awal telah mendaku dan menobatkan Kordun sebagai
ananda asuhnya.
Malangnya, hingga seorang jomblo menemui ajalnya, saya
belum mendapat informasi dari sejawat saya yang ahli dalam njorosologi
(ilmu baru di masa inovasi robot ndas codot). Saya yakin, ketika ia njoros
(mengeluarkan jurus ndokar dan pelbagai derivasinya), pasti ia akan dapat
menohok dan membongkar langsung ke dimensi terdalam kamar kosnya yang pengap
jahanam dan dapat melampaui setiap inci hijab untuk mendedah satuan energi apa
yang memancar “di balik sarung sang kaji”.
Dan selanjutnya... Oleh karena itu, tetap mencurengi gadget
Anda, karena setiap informasi yang Anda serap ini serupa pesugihan yang membuat
Anda kaya raya tanpa perlu usaha. Saya sarankan kini Anda memegang seonggok kumpo,
bukan sebagai jimat, tetapi sebagai teknologi virtual untuk lanjut tetap
menyimak “apa yang ada di balik sarung sang kaji”.
3/6/2020
0 Komentar