Ad Code

Responsive Advertisement

Tafsir Wot's Uh the Deal Pink Floyd

Aku ingin mencoba menafsirkan lirik Wot’s... Uh the Deal milik Pink Floyd, karena lagu tersebut benar-benar menjalar nanar di setiap aku bergelepar. Giateeeel ah. EmmzzZ. Tapi... aku sebenarnya heran (dan agak muak, mungkin) dengan para pemuja PF (Pink Floyd) yang selalu menafsirkan setiap lagunya sebagai suatu persembahan terhadap Syd Barret. Mereka ini terlalu Syd-oriented. EhmmZzz. Mbok ya nafsirin sesukasuka elo gitulo.

Jangan pake bilang, “Lagu ini buat Syd, mengenang Syd, menggambarkan kepribadian Syd, melukiskan perjalanan hidup Syd.” Setiap lagu adalah milikmu, pandanganmu, duniamu, pandangan duniamu, dan bahkan napasmu. Nah itulah merdeka, secara sederhana. Aku sih nggak cakap boso enggles. Jadi ya jangan heran kalo aku nafsirin sebisa dan sesukaku. [Kalo punya kuota bisa diintip barang sebentar liriknya di mbah bugil, dan coba setel di Spotify. Nek gak duwe yo mbantol’o warkop atau tonggomu.]

Oke kita mulai dari judul. Jujur deh aku nggak tahu arti dari judul itu. Xixixi. (Bersambung)

Okay, let me interpret it. Jadi begini. Lagu itu, bagiku, menceritakan seorang pejalan (suluk). Tentunya semua salik/murid menghendaki satu tujuan, yaitu kebahagiaan. Lirik tersebut dibuka dengan, “heaven sent the promised land.” Ente gak perlu baca sejarah umat Yahudi untuk memahami apa itu tanah yang dijanjikan. Karena kita pasti udah ngeh kalau itu sebagai metafora dari suatu ideal yang menggembirakan, suatu harapan atas “akan”.

Nah, “aku” melihatnya dari tempat di mana aku-kini berpijak. Bagi aku, tempat itu mendefinisikan keakuanku bahwa aku adalah orang yang mengintip “apa-yang-ada-di-dalam” dari luar [on the outside looking in].

Inilah kecemasanku. Aku ingin ke sana. Aku ingin memeluk kedirianku dalam lumuran kebahagiaan. Aku di sini celingukan, resah, kalut, dan pastinya: jomblo. Komplit! EmmzzZ. Aku ragu untuk melangkah ke sana. Aku memandang orang-orang kaya saja, yang ada di tanah tersebut, yang dapat merasakan kebahagiaan. Apakah aku harus menjadi kaya sehingga aku bisa bahagia, memijakkan kaki di tanah yang dijanjikan? Aku takut salah arah, aku tak ingin berbalik mundur (aku juga tak mau balikan sama mantan). Maka tuntunlah aku [show me where the key is kept / point me down the right line because it's time].

Aku ingin merengkuh kebahagiaanku, di sana. Tapi bagaimana aku bisa? Mengapa aku masih di sini, bergeming, memandangnya dari luar? Aku harus menempuhnya [mile after mile / stone after stone].

Ada satu pasase menarik di bait ketiga baris kedua. Turn my lead into gold. Ini bukan simsalabim abrakadabra. Sebab, dalam tradisi spiritual, alkimia berkaitan dengan olah rohani. Merubah timah menjadi emas, tentu saja menurutku—sebagai seorang pacarnya mahasiswi kimia—Itu mustahil, meskipun mungkin.

Anda miskin, terus pengen buat emas dari timah biar kaya? EmmZzz. Mesin akselerator partikel dan berbagai sumber daya akan malah memiskinkanmu, ndeng. Oleh karenanya, hal itu cukup menjadi kemungkinan teoretis, seperti dipampang di secarik tabel kimia, saat sekolah menengah, yang selalu kita pegang di kantin biar terlihat pinter. Intinya: butuh proses panjang melelahkan dan bermodal.

Nah itulah yang dipahami dalam tradisi spiritual kita. Bahwa merubah timah menjadi emas merupakan suatu proses kimia rohani. Itu tidak lain dan tidak bukan harus berlangsung di dalam bejana hati spiritual kita [‘Cause there’s a chill wind blowing in my soul]. Lebih sederhana lagi, turn my lead into gold, itu bermakna: bawalah aku pada jalan kebaikan, atau seperti Anda sedang berharap, “Plis deh, tolong keluarkan aku dari penjara kejombloanku yang sudah akut.” EmmzZz nyesek.

Tapi ternyata akhirnya, dugaan “aku” ternyata salah. Setelah “aku” menempuh mile after mile dan stone after stone, ia tidak melihat lagi kebahagiaan itu dari kekayaan material. Dan “aku” tahu bahwa tanah yang dijanjikan itu tidak mensyaratkan kebahagiaan melalui kekayaan.

Pada akhirnya, setelah sebegini panjang perjalananku (million miles from home) aku menemukan cinta. YapzZ. Cinta itu sendirilah tanah yang dijanjikan. Dan cinta itu adalah cinta platonik terhadap perempuan/laki-laki. Agape. Ihwal itu implisit dari bait ini, fire bright by candlelight / and her by my side. Dan “aku” telah merengkuh tanah yang dijanjikan dengan perjuangan lakuku [and I grabbed it with both hands].

Aku berdiri di sini. Sehingga, kini “aku” menjadi orang-yang-di-dalam yang melihat ke luar [on the inside looking out]. Kemudian aku menyebarkan Cinta ini kepada segenap mereka. Aku menyeru dan mengundang mereka, “come on in, / what’s the news and where you been?”.[]

8/6/2020



Posting Komentar

0 Komentar