Para pencinta lingkungan berkali-kali mengingatkan kita bahwa kondisi bumi ini berada di bawah kendali manusia. Jika manusia terus-menerus bertindak sembarangan dan serampangan, niscaya bumi yang rapuh ini akan menemui ajalnya.
NASA melaporkan bahwa emisi karbon telah mencapai
tingkat tertinggi 413ppm selama 650.000 tahun. Kita tahu bahwa salah satu
penyebab emisi karbon adalah gaya mobilisasi transportasi kita, selain berjalan
kaki dan bersepeda.
Pemerhati lingkungan dengan lantang menyarankan agar
masyarakat tidak menggunakan kendaraan bermotor secara berlebihan. Yah,
kita tahu bahwa limbah kendaraan bermotor memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap emisi karbon, baik bahan bakar maupun gas buangnya, terutama
industri pembuatnya. Oleh karena itu, sepeda menjadi transportasi alternatif
bagi masyarakat yang menganut gaya hidup ekologis.
Selain mengurangi kepadatan lalu lintas, kendaraan takbermotor
juga mengurangi emisi karbon yang terus menggumpalkan sampah. Tapi tunggu! Oke,
sepeda bisa menjadi transportasi alternatif untuk mengurangi emisi karbon kita
yang, meski benar, menyembunyikan paradoks yang tersembunyi.
Kita harus menggunakan pemikiran kritis untuk mengupas
dan mengeksposnya. Kita tahu banyak juga orang kaya yang menggunakan sepeda
dengan alibi ramah lingkungan. Namun, mereka tidak menyadari bahwa sepeda
mereka yang harganya lebih mahal dari harga mobil, yang diproduksi oleh
industri massal, membutuhkan jauh lebih banyak energi—industri membutuhkan
energi yang setara dengan membuat bus untuk membuat sepeda. Inilah paradoks
yang tersembunyi.
Artinya, seolah-olah para pesepeda elite itu
mengampanyekan untuk bertransportasi yang ramah lingkungan, tetapi mereka tidak
menyadari atau tidak mau menyadari bahwa sepeda mereka sendiri amat tidak ramah
lingkungan.
27/11/2020
0 Komentar