Dalam buku Latihan Tidur, Joko Pinurbo menulis, “Sudah jam sembilan malam dan jalan menuju rumahnya masih macet.” Saat membaca penggalan puisi Jokpin, terlintas di benakku tentang Surabaya. Surabaya adalah kota metropolitan, dan kemacetan menjadi pemandangan di sana. Padahal, Surabaya sudah memiliki frontage road untuk mengatasi kemacetan, dan telah memiliki Suroboyo Bus untuk mengurangi populasi kendaraan pribadi. Ternyata, itu tidak efektif.
Kita tahu bahwa untuk mengatasi kemacetan lalu lintas,
angkutan umum menjadi satu-satunya cara. Tapi mengapa kemacetan masih terjadi?
Dan mengapa angkutan umum sepertinya tidak berguna? Untuk menjawab pertanyaan, aku
ingin berbicara tentang angkutan umum dari angkutan umum.
Yang kita butuhkan sekarang bukan hanya angkutan umum
untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dan emisi karbon kita, tetapi masalah
krusial, yaitu angkutan umum dari angkutan umum. Kita sangat membutuhkan
angkutan umum untuk membuat orang mau menggunakan angkutan umum, bukan
kendaraan pribadi.
Apa itu? Itu adalah pendidikan. Karena apa? Menurutku
mengutamakan penggunaan kendaraan pribadi adalah perilaku orang yang suka
terlambat (tidak berpendidikan, bukan tidak bersekolah) karena tidak bisa
menyesuaikan diri dengan jadwal angkutan umum. Artinya, mereka adalah orang
yang masih belum bisa mengatur waktu (tidak berpendidikan), dan orang yang
masih belum sadar akan resiko menggunakan kendaraan pribadi (tidak
berpendidikan).
Angkutan umum menurut saya adalah pendidikan dalam
arti yang sebenarnya. Singkatnya, hal mendasar untuk mengatasi kemacetan dan
emisi karbon bukanlah angkutan umum, tetapi lebih dalam dari itu: angkutan umum
dari angkutan umum.
0 Komentar