Kata orang, harga diri tidak bisa dihargai selain
dengan harkat-martabat itu sendiri. Pada kasus duel catur Irene versus Dewa
Kipas, kita melihat jelas bahwa harga diri itu bisa dihargai dengan tanpa
harga, dengan sesuatu yang bukan dirinya.
Amat tercium bau tak sedap mengenai alasan rasional
mengapa si Kipas nekat menantang seorang grand master mengingat ia
bahkan telah menolak dua tawaran grand master sebelumnya. Kehendak itu
bebas, pertimbangan bisa ditimbang-timbang ulang, keputusan bisa direvisi, dan
martabat bolehlah ditukar-tukar. Kita tahu bahwa alasan rasional tersebut
disokong oleh alasan lain yang lebih rasional—dengan tak mengindahkan stigma
sosial beserta peralatan-peralatannya.
Bagiku belum cukup menarik duel tersebut, sebab,
sebagai seorang pecatur kelas teras rumah, aku berpendapat bahwa duel mereka
tidak benar-benar mengasyikkan. Bagaimana bisa begitu nikmat kalau mereka
bermain catur tanpa merokok dan menyeruput secangkir kopi: permainannya belum
sampai ke urip sajroning dolanan dan dolanan sajroning urip.
22/3/2021
0 Komentar