إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ
فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
Artinya: “Jika terjadi hari
kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka
jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka, tanamlah.” (Hadis)
Seseorang mungkin mengajukan tanya, “Ngapain
repot-repot menanam, lawong kehidupannya saja sudah mau buyar?” Munculnya
pertanyaan ini sebenarnya langsung dapat dideteksi bahwa si penanya melihat
alam/lingkungan sebagai objek-yang-hanya-bernilai-bagi-manusia.
Anggapan bahwa agama mengajarkan
antroposentrisme, sehingga alam semata-mata bernilai dilihat dari kegunaannya
bagi manusia, tentu seketika teranulir dengan hadis ini. Islam menunjukkan
bahwa tumbuhan memiliki nilai intrinsik dalam dirinya, terlepas dari nilai guna
atau nilai instrumental yang dilekatkan oleh manusia. Kendati dunia sedang
buyar, seseorang mesti menanam, sebab menanam merupakan kegiatan ekologis,
bukan kegiatan ekonomis.
*28/8/2022
0 Komentar