seperti rembulan di kala purnama menyala; benderangnya lumuri seluruh permukaan malam. Perempuan adalah makhluk yang diturunkan dari sorga bukan karena menggoda Adam.
Sayyidah Hawa, sebagai pendamping Adam, diberi pelajaran, digubah untuk memakan buah keabadian (buah kuldi), sehingga mereka dihukum. Namun, itu bukanlah salah Sayyidah Hawa yang dianggap menggoda atau membujuk rayu Adam, melainkan hukuman Tuhan itu sendiri menganugerahkan kado istimewa agar Adam dan Sayyidah Hawa turun di muka bumi untuk mengemban misi menyelenggarakan peradaban bagi kehidupan manusia.
Perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam?—begitulah
yang kerap kita dengar, tetapi ini bukan berarti kedudukan Adam lebih tinggi
ketimbang Sayyidah Hawa. Di antara keduanya berkedudukan setara, kita tidak
bisa melebih-lebihkan atau mengunggulkan kedudukan Adam.
Sayyidah Hawa diwujudkan belakangan karena Tuhan ingin
menciptakan lebih paripurna: Dia memprogram sebuah ciptaan yang bukan sekadar
dari tulang rusuk Adam. Perempuan atau kaum Hawa memiliki pesona-Nya,
menghadirkan kehadiran-Nya, dan mengekspresikan kelembutan-Nya secara total
dalam seluruh tubuh perempuan—ini tidak ada dalam kaum Adam.
Kita tahu bahwa cinta perempuan lebih abadi ketimbang
laki-laki; cinta perempuan memenuhi seluruh sisi. Seperti misalnya, cinta
seorang ibu kepada anaknya. Itu sungguh mengekspresikan kedahsyatan cinta yang
paling sempurna, yang menumpahkan seluruh isi batinnya hingga memenuhi sarwa
permukaan jagat raya.
Dalam masalah cinta, keintiman perempuan dalam
mengekspresikan cinta adalah mahadahsyat. Selain itu, kelembutan dan kesantunan
perempuan, menjadi baju yang menempel sedari awal untuk dikenakan. Ketika
perempuan kehilangan baju kelembutan dan kesantunan, ia tak bisa lagi dikatakan
perempuan (maaf—ini adalah stereotip kultural penulis).
/Ditulis pada Juni 2017/
Perempuan bagaikan oase dari terik mentari siang hari
dalam hamparan gurun sabana yang mahagersang. Bagi para pengelana, perempuan
adalah mata air bagi tenggorokan-tenggorokan yang sedang didera dahaga.
Bagaimanapun, perempuan merupakan tajali ilahi (penampakan Tuhan) yang paling representatif.
Perempuan, memiliki “rahim”, menjadi ibu dari jagat raya ini—kata “rahim”
berasal dari bahasa Arab “rahman-rahim” (kasih-sayang).
Tubuh perempuan mewakili tubuh alam semesta.
Kecantikan perempuan mewakili kecantikan-Nya. Oleh karenanya, nama Tuhan al-lathif
(maha lembut) terbubuh pada postur lahir-batin perempuan; perempuan lebih dari
tulang rusuk Adam.
Keindahan dari alam semesta merupakan pantulan dari
keindahan diri perempuan. Kemolekan tubuh merupakan dipantulkan dari diri-Nya,
sebagai ekspresi penyingkapan tubuh jagat raya. Begitu juga gerak perempuan,
laksana melodi yang mengalun tenang dari musik sorgawi yang berdawai melambai
menggesek akal-pikiran dan menggosok hati nurani.
Gerak perempuan mewakili gerak jagat raya, rotasi dan
revolusi dalam tata kerja num galaksi, menunjukkan kecocokan bahwa perempuan
memiliki itu, yaitu daya pikat cinta. “Langit dan seisinya tiap saat bergerak
oleh cinta,” kata Rumi, “jika tanpa cinta, dunia niscaya membeku.”
“Jika tanpa perempuan, laki-laki akan membeku,” kataku.[]
0 Komentar