Ad Code

Responsive Advertisement

Aku hanya mampu berharap kau membacaku

Aku hanya mampu berharap kau membacaku, seperti di kala kau membaca buku-bukumu, membaca jagat rayamu. Kemarilah! Membaca gelagat rayuku, menyembuhkan sembah canduku, yang bungkam dan kuyu.

Ketahuilah sebuah rahasia dari tungku panas yang membakar dada, lelatu yang cukup kau pantikkan dengan “iya”-mu. Maka, segera aku akan mendidih, melesap dari ambang pedih. Sungguh, harusnya kukatakan padamu, bahwa diriku adalah keseluruhan tulisan tentangmu: Nawala patra untukmu semata, yang belum terbaca. Meski kau tak setuju, tak apa, karena harapan tak musti terkabulkan.

Saksikan sekali lagi, dengan hati terbuka jeli, akulah anai-anai yang kau abai di kayumu, tak pernah dengan gamblang gerogoti tubuhmu. Aku selalu Zulaikha yang identitasnya diteguk Yusuf, karena cinta adalah minum yang tak kenal haus.

Tak apa. Mungkin kau tak pernah merasakannya, atau mungkin karena ketiadaan wujudku yang nyata di mata. Tapi …

Biarkan saja aku diam-diam berdansa di sekelilingmu, seperti gelombang menggoda pusaran. Hingga pada akhirnya tepergok olehmu, lalu kau terus-terang berkata, “Pergilah, Ngga! Kau tak tahu cinta. Yang kau rasakan hanyalah cangkang.” Saat itulah, harapku sirna, kau usir, aku tersisir.

[Untuk perempuan yang setangkai kembang dalam nyawa penghabisan: Dengarkan!]



Posting Komentar

0 Komentar