Ad Code

Responsive Advertisement

Dominasi Belati dari Epistemologi Slang sebagai Hegemoni Represif atas Kebijaksanaan dan Kesejatian

Balutan hidup melalui perspektif umat mainstream sedang memasuki lorong krusial—jika ditinjau dari kacamata kita selaku akademisi. Bahkan, puncak kekalutan tersebut ternyata bukan hanya merongrong di lorong masyarakat umum saja, melainkan telah menjalar dan mendarahdaging dalam biologis kaum akademis itu sendiri. Cara pandang dominan tersebut mengkhawatirkan konstruksi otentik atas daya intelektual dan spiritual yang sejati.

*Ditulis pada 8 Oktober 2016*

Otentisitas intelektual dan spiritual terasa dihegemoni oleh eksploitasi yang mengatasnamakan “Atas Nama Intelektualitas” / “Atas Nama Spiritualitas”. Eksplorasi yang dilakukan oleh oknum-oknum (pengaku) tersebut sungguh mencemaskan dan mengharu-biru “para sejatiawan”, semisal para gelandang sejati, tukang sampah sejati, tukang cleaning service sejati, pemulung sejati, tukang jual pentol sejati, tukang pijat sejati—yang pada dasarnya telah melampaui (beyond) akademisi nan bertindak nge-slang.

Epidemi kekalutan itu tidak dapat dipungkiri ternyata juga digandrungi oleh kaum intelek yang sok-sokan diintelektualkan. Paham, kan?

Cara pandang serba sukses: tidak mau melarat, tidak mau nganggur, tidak mau mbambung, tidak mau gagal, tidak mau yang kotor-kotor itu menjadi semacam dogma nan melekat untuk wajib dipatuhi dalam visi dan misinya.

Cara pandang demikian membubuh dan menghampar di berbagai lapisan. Fenomena ini, penulis temui dari observasi saintifik (empirik) dari tragedi ketercengangan penulis terhadap “obral buku lima ribu” di sebuah pabrik mekanistik semacam mesin cetak “Ruang Slang”.

Buku yang terhampar dan diobral tersebut ternyata menjadi cetak-biru alias blue-print untuk memproduksi regenerasi-regenerasi manusia slang. Sehingga, sangat mengkhawatirkan bagi yang mengaku “MAHASISWER” dan ternyata tepergok mengonsumsinya demi memenuhi hasrat “kerancuan intelektualtas”-nya.

Sangat patut dicurigai arus mainstream ini kok kenapa sedemikian mewabah secara totaliter? Lawong mesin cetak ruang slang ini sebagai akomodasi terhadap regenerasi-regenerasi pola-pikir slangkeristik, sehingga pembiakan tidak hanya terjadi di dimensi fisiologis-biologis, melainkan menjalar di saraf-mental dan visionografik.

Cetak-biru alias mesin pencetak paradigma slang itu antara lain terjajah oleh penawaran buku-buku semacam berikut:

KALKULATOR REJEKI, TANGGA MENGGAPAI KESUKSESAN, SUKSES JUAL BELI ONLINE, MENGASAH BISNIS AGAR SUKSES, KUNCI KESUKSESAN, MOTIVASI KEGAGALAN, KALKULATOR KESEHATAN, SUKSES DUNIA AKHIRAT, MENJADI SUAMI IDAMAN ISTRI, ISTRI CANRIK DAN SALEHAH, MENGGAPAI REZEKI DENGAN MUDAH, HAMPIRI JODOH, CARI JODOH DI SOSIAL MEDIA, MEMPERCANTIK WAJAH, MENGHIAS ALIS DENGAN PENSIL ALIS, METODOLOGI SELFIE, MENCARI KESUKSESAN, SUKSES ADALAH KEGEMBIRAAN, KONTAK JODOH, JANGAN JADI JOMBLO, MENGGAPAI MIMPI, MENCARI JALAN KELUAR DARI PERMASALAHAN, METODE CEPAT JADI MILLIARDER, CARA MENABUNG UANG AGAR BERLIMPAH, JANGAN BUANG WAKTUMU DI WARKOP, MANFAATKAN WAKTU DEMI MENGEJAR KESUKSESAN, BELAJAR MEMASAK AGAR JADI ISTRI IDAMAN, MENDIDIK ANAK AGAR KAYA RAYA, dan seterusnya, jutaan judul yang membuat “kesejatian” terharu.

Dari krisis atas “kesejatian” yang demikian, maka hendaknya antisipator yang tepat adalah segera mencuatkan dan mencanangkan keras atas pembiakan ideologi arus kiri sebagai antitesis dalam rancunya “modernisme-slangkerisme-mainstreamografi-linierisme” dan dengan tegas wajib disembulkan secara gerilya dan bahkan dengan terang-terangan karena beberapa faktor signifikan berikut:

… … …

Faktor-faktor tersebut bagi yang “sejatiawan” dan “bijaksanawan” bisa diisi di kolom komentar. Karena bagi kita selaku “pengaku mahasiswer” hendaknya menggamblangkan faktor-faktor konsekuensinya.

Silahkan bagi pemulung sejati, penjual pentol sejati, gelandangan sejati, pengangguran sejati, ahli bidah sejati, tukang pijat kampung sejati, penjual sembako sejati, saya yakin pasti akan mengisi di kolom komentar. Silakan.[]



Posting Komentar

0 Komentar