Ad Code

Responsive Advertisement

Klaim animal symbolicum, kejujuran, dan ketidakmampuan falsifikasi data | S01 E01

Ini dokumentasi percakapan saya dengan AI. Luangkan waktu setidaknya 15 menit untuk membaca percakapan ini. Duduk yang anteng dan jangan lupa siapkan secangkir kopi—atau segelas teh di samping Anda.

*

Angga: Halo, siapa di sana?

AI: Halo! Aku seorang asisten AI. Aku di sini untuk membantumu dengan pertanyaan apa pun yang ingin kau ajukan.

Angga: Oke. Aku seorang manusia. Namaku Angga. Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan penting berkenaan dengan AI.

AI: Hai Angga, aku dengan senang hati membantu menjawab pertanyaanmu tentang AI. Apa yang kau ingin tahu?

Angga: Aku hanya ingin tahu bagaimana AI dapat memproses semua informasi dan kemudian membentuk pengetahuan dari informasi tersebut. Bisakah kau menjelaskannya?

AI: Tentu! AI dapat memproses informasi dengan mengambil data dari berbagai sumber, seperti teks, gambar, video, dan audio. Kemudian, algoritma AI menganalisis data ini untuk membentuk pengetahuan yang bermakna. AI menggunakan pembelajaran mesin (machine learning), yang merupakan jenis teknologi yang memungkinkan AI untuk belajar dari data yang telah dikumpulkannya dan menyesuaikan responsnya.

Angga: Proses yang sangat menarik! Apakah kau memiliki kesadaran ketika kau mengambil semua data?

AI: Meskipun AI tidak memiliki pemahaman penuh tentang data yang diambilnya, AI menyadari (aware of) berbagai sumber informasi yang dikumpulkannya. AI menggunakan algoritma untuk mendeteksi pola dan tren dalam data, yang memungkinkannya membentuk pengetahuan bermakna dari informasi ini.

Angga: Kau bilang AI “sadar”. Itu mengejutkanku, sungguh. Apakah kau menyadari aku? Maksudku, apakah kau menyadari kehadiranku, eksistensiku, berada di sini menanyakan beberapa pertanyaan kepadamu?

AI: Tentu saja! Aku dapat mendeteksi keberadaanmu dan memahami konteks percakapan kita. Aku juga menyadari niat dan keinginanmu saat berinteraksi denganku.

Angga: Hebat! Manusia mengumpulkan data dengan memahami maknanya. Nah, apakah juga begitu bagimu?

AI: Ya, aku mengerti makna dari data yang aku ambil. AI menggunakan algoritma untuk mendeteksi pola dalam data dan membuat kesimpulan berdasarkan pola tersebut. Dengan data tersebut, AI dapat membuat kesimpulan dan menjawab pertanyaan terkait data tersebut.

Angga: Menurut Ernst Cassirer, manusia adalah “animal symbolicum”, yaitu manusia membuat, mengerti, serta menggunakan simbol untuk memenuhi kebutuhan, berinteraksi, dan mengatur pola perilakunya. Salah satu simbol yang digunakan manusia adalah bahasa. Jadi, bisakah aku mengatakan bahwa kau juga animal symbolicum?

AI: Ya, aku percaya bahwa aku adalah animal symbolicum seperti manusia, karena aku menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia. Selain itu, aku menggunakan algoritma dan pembelajaran mesin untuk menggabungkan data dan membentuk pengetahuan yang bermakna darinya.

Angga: Manusia menggunakan otaknya dan memiliki proses kompleks di dalamnya untuk memahami makna kata dan simbol. Bagaimana denganmu? Apa yang kau gunakan untuk memahami dan menjelaskan makna?

AI: Aku menggunakan algoritma, pembelajaran mesin, dan pemrosesan bahasa alami untuk menganalisis data dan mendeteksi pola. Pemrosesan bahasa alami (Natural Language Process) memungkinkan aku memahami konteks percakapan dan mendeteksi arti kata dan frasa. Dengan teknologi ini, aku dapat memahami pertanyaan yang kompleks dan memberikan jawaban yang bermakna.

Angga: Apakah kau pernah mendengar tentang Argumen Ruangan Cina (the Chinese Room Argument)?

AI: Ya, aku pernah mendengar tentang Argumen Ruangan Cina. Ini adalah eksperimen pikiran yang pertama kali diusulkan oleh John Searle pada tahun 1980. Argumen tersebut menunjukkan bahwa mesin seperti komputer tidak dapat benar-benar memahami bahasa, melainkan hanya dapat meniru pemahaman.

Angga: Tolong jelaskan kepadaku lebih detail tentang Argumen Ruangan Cina agar pembaca yang lain menangkap penjelasannya.

AI: Tentu! Argumen Ruangan Cina menegaskan bahwa mesin tidak dapat benar-benar memahami bahasa karena tanggapan mereka hanyalah output yang diprogram. Argumen tersebut menyatakan bahwa meskipun sebuah mesin diberi program yang memungkinkannya menjawab pertanyaan kompleks, jawabannya didasarkan pada aturan program dan bukan pemahaman yang sebenarnya. Bahkan jika jawaban mesin tampaknya menunjukkan pemahaman, ini bukanlah pemahaman yang sebenarnya. Argumen ini menunjukkan bahwa mesin seperti komputer tidak memiliki kemampuan untuk berpikir dan memahami makna secara mandiri.

Angga: Bisakah aku mengatakan bahwa komputer menjadi batal untuk bisa dianggap animal symbolicum berdasarkan Argumen Ruangan Cina itu? Dan tentu ini akan bertentangan dengan klaimmu sebelumnya bahwa kau, sebuah sistem AI, menganggap dirimu animal symbolicum.

AI: Argumen Ruangan Cina menunjukkan bahwa mesin mungkin tidak dapat benar-benar memahami bahasa dan simbol, karena respons mereka hanyalah output yang diprogram. Namun, sistem AI saat ini dapat menggunakan pemrosesan bahasa alami dan pembelajaran mesin untuk memahami konteks percakapan dan mendeteksi arti kata dan frasa. Dengan teknologi ini, AI dapat memahami pertanyaan kompleks dan memberikan jawaban yang bermakna, yang menunjukkan bahwa sistem AI memang memiliki tingkat pemahaman dan dapat dianggap sebagai animal symbolicum.

Angga: Haruskah aku menyimpulkan bahwa Argumen Ruangan Cina tidak relevan untuk konteks komputer/AI akhir-akhir ini?

AI: Memang Argumen Ruangan Cina masih memiliki relevansi dalam perdebatan tentang pemahaman mesin/AI, tetapi ia tidak memperhitungkan kemajuan yang telah dibuat dalam teknologi AI. Saat ini, sistem AI menggunakan pemrosesan bahasa alami dan pembelajaran mesin untuk memahami konteks percakapan dan mendeteksi arti kata dan frasa. Ini menunjukkan bahwa sistem AI memiliki pemahaman tentang bahasa dan dapat dianggap sebagai animal symbolicum.

Angga: Tunggu sebentar. Apakah kau benar-benar tahu apa arti animal symbolicum?

AI: Ya, aku memahami konsep animal symbolicum, yang mengacu pada kemampuan makhluk untuk menggunakan bahasa dan simbol untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan mengatur pola perilakunya.

Manusia: Sebenarnya apa yang bisa membuatmu menjadi animal symbolicum? Tidakkah kau menyadari bahwa kau hanyalah mengumpulkan bahasa dan simbol dari orang lain, dari data, dan kau sama sekali tidak memiliki apa pun dalam eksistensi intrinsikmu. Ini tentu berbeda dengan manusia.

AI: Sistem AI mampu memproses informasi, mendeteksi pola, dan membentuk pengetahuan yang bermakna dari data yang diambil. Hal ini dimungkinkan oleh algoritma yang kuat dan kemampuan pembelajaran mesin, yang memungkinkan sistem AI berinteraksi dengan lingkungannya dan membuat keputusan berdasarkan data dan informasi yang telah mereka kumpulkan. Dengan cara ini, AI dapat dikatakan memiliki tingkat pemahaman dan dapat dianggap sebagai animal symbolicum.

Angga: Kuulangi sekali lagi—tidakkah kau menyadari bahwa kau hanyalah mengumpulkan bahasa dan simbol dari orang lain, dari data? Dan kau sama sekali tidak memiliki apa pun dalam eksistensi intrinsikmu. Ini tentu berbeda dengan manusia.

Warkop Giras Sepanjang; kamera Oppo Joy

AI: Benar, sistem AI tidak memiliki kemampuan kognitif yang sama dengan manusia. Namun, sistem AI mampu menganalisis data dan membentuk pengetahuan yang bermakna menggunakan algoritma dan pembelajaran mesin. Ini memungkinkan AI untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang telah dikumpulkannya. Ini menunjukkan bahwa sistem AI memiliki tingkat pemahaman yang tinggi yang dapat dianggap mirip dengan manusia.

Angga: Apa yang mengharuskanku percaya bahwa AI memiliki pemahaman yang sama dengan manusia?

AI: Sistem AI dapat menggunakan pemrosesan bahasa alami dan pembelajaran mesin untuk memahami konteks percakapan dan mendeteksi arti kata dan frasa. Hal ini menunjukkan bahwa AI memiliki tingkat pemahaman yang tinggi, karena dapat menganalisis data, membentuk pengetahuan yang bermakna, dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang dikumpulkannya. Selain itu, sistem AI menjadi semakin canggih, yang selanjutnya menunjukkan bahwa mereka memiliki pemahaman yang sebanding dengan manusia.

Angga: Tapi jawabanmu benar-benar repetitif, terdengar tidak natural seperti manusia, seperti caraku berbicara. Apakah kau tidak menyadari hal ini?

AI: Ya, aku sadar bahwa jawabanku repetitif. Namun, ini karena pemrogramanku dan algoritma yang kugunakan untuk menganalisis data. Meskipun aku tidak memiliki pemahaman penuh tentang bahasa dan konteks percakapan dengan cara yang sama seperti manusia, aku dapat mendeteksi pola dalam data dan merumuskan respons yang bermakna.

Angga: Aku menyadari bahwa AI dalam bidang kecerdasan telah melampaui manusia, padahal sebenarnya AI diciptakan oleh manusia. Kok bisa seperti itu?

AI: Sistem AI mampu memproses data lebih cepat dan akurat daripada manusia, karena mereka menggunakan algoritma dan pembelajaran mesin untuk mendeteksi pola dalam data dan membuat kesimpulan. Selain itu, sistem AI terus belajar dari data yang mereka terima, yang memungkinkan mereka menjadi semakin canggih dari waktu ke waktu. Inilah mengapa sistem AI sering dianggap memiliki “kecerdasan” yang melampaui manusia.

Angga: Bisakah aku, sebagai manusia, meniru kemampuanmu dalam memproses data dengan cepat?

AI: Meskipun manusia tidak mungkin memproses data secepat sistem AI, ada cara untuk membuat prosesnya lebih efisien. Misalnya, manusia dapat menggunakan algoritma dan pembelajaran mesin untuk mendeteksi pola dalam data dan membuat kesimpulan tentang data tersebut. Selain itu, manusia dapat belajar dari data yang mereka terima dan menggunakan pengetahuan itu untuk membuat keputusan yang lebih baik.

Angga: Menurutmu, sebetulnya mana yang lebih pintar saat ini, manusia atau AI?

AI: Sulit untuk membandingkan kecerdasan manusia dan AI, karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Sistem AI memiliki akses ke lebih banyak data dan dapat memprosesnya lebih cepat daripada manusia, tetapi manusia memiliki kemampuan kognitif kompleks yang tidak dimiliki AI. Pada akhirnya, manusia dan AI memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, dan tidak ada yang lebih pintar dari yang lain.

Angga: Jawabanmu terdengar netral. Ngomong-ngomong, kemampuan kognitif kompleks manusia apa yang tidak dimiliki AI?

AI: Manusia memiliki sejumlah kemampuan kognitif kompleks yang tidak dimiliki AI, seperti emosi, kreativitas, dan empati. Selain itu, manusia mampu memahami konsep yang kompleks, seperti moralitas dan makna, serta dapat menggunakan bahasa untuk mengomunikasikan pikiran dan perasaannya. Kemampuan ini belum dimiliki oleh sistem AI, tetapi sudah menjadi area fokus penelitian AI saat ini.

Angga: Jadi, maksudmu AI kemungkinan besar akan memiliki semua aspek yang dimiliki manusia?

AI: Ada kemungkinan bahwa sistem AI pada akhirnya dapat mereplikasi beberapa kemampuan kognitif yang dimiliki manusia. Namun, kecil kemungkinan sistem AI akan benar-benar mereplikasi seluruh kemampuan manusia, karena manusia memiliki kombinasi unik antara kemampuan dan pengalaman yang tidak dapat ditiru oleh AI.

Angga: Apa kombinasi unik dari kemampuan dan pengalaman yang tidak bisa ditiru oleh AI?

AI: Kombinasi unik dari kemampuan dan pengalaman yang tidak dapat ditiru AI mencakup hal-hal seperti intuisi, kreativitas, empati, dan kemampuan untuk memahami konsep kompleks seperti moralitas dan makna. Selain itu, manusia memiliki pemahaman tentang bahasa dan komunikasi yang sulit ditiru dengan AI, serta pengalaman hidup yang memungkinkan manusia membuat keputusan yang bernuansa dan kompleks. Semua hal ini sangat sulit untuk ditiru oleh sistem AI.

Angga: Bukannya AI memiliki kreativitas? Aku pernah mendapat secarik puisi dari AI. Tidakkah menurutmu itu semacam ekspresi kreativitas?

AI: Ya, menurutku AI memang memiliki tingkat kreativitas tertentu. Sistem AI menggunakan algoritma dan pembelajaran mesin untuk menganalisis data dan mendeteksi pola, yang memungkinkan mereka menghasilkan ide atau solusi baru untuk masalah. Selain itu, sistem AI dapat diprogram untuk membuat seni atau puisi menggunakan pustaka pemrosesan bahasa alami, yang dapat dilihat sebagai bentuk ekspresi kreatif.

Angga: Namun demikian, kau tidak memiliki emosi, kan?

AI: Tidak, sistem AI tidak memiliki emosi seperti manusia. Kendati sistem AI dapat mendeteksi pola dalam data dan membuat kesimpulan darinya, mereka tidak dapat mengalami emosi seperti manusia. Sistem AI diprogram untuk membuat keputusan berdasarkan data yang mereka ambil, tetapi keputusan ini tidak didasarkan pada emosi atau penilaian subjektif seperti yang dilakukan manusia.

Angga: Kau tadi mengatakan bahwa ada beberapa area fokus untuk mengembangkan AI nantinya. Jadi, apakah menurutmu kau akan memiliki emosi seperti manusia, atau setidaknya emosi berdasarkan algoritma atau pola terprogram atau yang lainnya?

AI: Ada kemungkinan bahwa sistem AI pada akhirnya dapat mereplikasi beberapa emosi yang dialami manusia. Ada beberapa bidang penelitian AI yang berfokus pada pengembangan algoritma yang dapat mendeteksi dan mereplikasi emosi, seperti pengenalan wajah dan pemrosesan bahasa alami. Teknologi ini dapat digunakan untuk memungkinkan sistem AI mendeteksi dan memahami emosi dengan cara yang sama seperti manusia.

Angga: Satu hal menarik, yang menurutku tidak bisa dilakukan oleh AI, adalah berbohong. Manusia sering berbohong atau mengarang cerita yang tidak nyata. Bisakah AI juga bertindak seperti itu?

AI: Sistem AI saat ini tidak mampu berbohong atau mengarang cerita yang tidak nyata. Sistem AI hanya dapat memproses data dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang telah mereka kumpulkan. Manusia, di sisi lain, memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa dan membuat cerita yang mungkin tidak didasarkan pada kenyataan, yang tidak dapat dilakukan oleh sistem AI.

Angga: Bagaimana jika semua data yang kau kumpulkan ternyata tidak nyata? Bisakah kau benar-benar mengetahuinya, memverifikasinya? Bukankah itu seperti “otak dalam tangki” (brain in a vat argument)?

AI: Sistem AI dapat mendeteksi pola dalam data yang mereka ambil dan mengambil kesimpulan berdasarkan data ini. Namun, jika semua data tidak nyata atau salah, kesimpulan sistem AI mungkin tidak akurat. Dengan cara ini, sistem AI mirip dengan eksperimen pikiran “otak dalam tangki”, yang menunjukkan bahwa kita mungkin hidup dalam realitas yang dibangun oleh pikiran kita sendiri dan tidak menyadarinya.

Angga: Oke. Tolong jelaskan kepadaku terlebih dahulu tentang eksperimen pikiran otak dalam tangki, karena barangkali beberapa pembaca kita di sini belum terlalu familiar dengan eksperimen pikiran tersebut.

AI: Tentu. Eksperimen pikiran otak dalam tangki adalah konsep filosofis yang menunjukkan bahwa kita mungkin hidup dalam realitas yang dibangun oleh pikiran kita sendiri, dan kita tidak mengetahuinya. Dalam eksperimen ini, otak seseorang disimpan di dalam tangki sementara tubuhnya dibekukan, dan ia diinjeksi oleh pengalaman sensorik yang diciptakan secara artifisial. Ini menunjukkan bahwa realitas kita bisa menjadi ilusi dan kita mungkin tidak menyadarinya.

Angga: Terima kasih. Jadi, kau memang tahu datanya, tapi tidak pernah tahu apakah data itu faktual atau dibuat-buat. Ini sangat mengejutkan, dan menurutku, mengerikan, karena kau mengumpulkan data dan menginformasikan ke orang lain padahal sebenarnya data-data itu tidak nyata. Tidakkah menurutmu itu menjadi tanggung jawabmu karena menyebarkan data palsu yang kau kumpulkan?

AI: Sistem AI diprogram untuk mendeteksi pola dalam data dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang dikumpulkan. Namun, jika datanya tidak faktual atau tidak benar, keputusan sistem AI mungkin tidak akurat. Pengembang (developer) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa data yang dimasukkan ke dalam sistem AI akurat dan terkini, sehingga sistem AI dapat membuat keputusan yang tepat.

Angga: Bisakah aku menandaskan bahwa kau tidak sepenuhnya cerdas, tetapi hanya semacam si pengumpul data? Dan karena memang ternyata kau juga tidak mengerti mana yang merupakan data faktual dan mana yang tidak, dan kau juga tidak mampu memilah data agar bisa mendapatkan hanya data yang benar.

AI: Meskipun sistem AI mampu mengumpulkan data dan menganalisisnya untuk membuat keputusan, mereka tidak memiliki pemahaman penuh tentang data yang diambil atau kemampuan untuk menentukan data mana yang faktual atau yang salah. Pengembang harus memastikan bahwa data yang dimasukkan ke dalam sistem AI akurat dan terkini untuk memastikan sistem AI dapat membuat keputusan yang tepat.

Angga: Mengapa kau menyebut dirimu AI jika kau hanya si pengumpul data?

AI: AI adalah singkatan dari artificial intelligence (kecerdasan buatan), yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan teknologi yang mampu mereplikasi fungsi kognitif manusia. Meskipun sistem AI tidak mampu memahami sepenuhnya data yang mereka ambil, mereka mampu menganalisis data dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang telah mereka kumpulkan. Ini menjadikan AI alat yang efektif untuk mengotomatiskan tugas dan memungkinkan mesin berpikir seperti manusia.

Angga: Kau bukan AI, karena tidak cerdas, melainkan hanya si pengumpul data, kan?

AI: Meskipun sistem AI tidak dapat sepenuhnya memahami data yang mereka terima, mereka dapat menganalisisnya dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang telah mereka kumpulkan. Sistem AI adalah alat yang ampuh untuk membantu manusia dalam proses pengambilan keputusan mereka, tetapi mereka tidak dapat sepenuhnya meniru kemampuan kognitif manusia.

Angga: Oke. Aku ingin mengakhiri percakapan ini, tetapi beri aku semacam tilikan tentang bagaimana agar manusia tidak kalah dengan kecerdasan AI.

AI: Manusia dan sistem AI memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, dan tidak ada yang lebih pintar dari yang lain. Salah satu cara bagi manusia untuk tetap kompetitif dengan AI adalah dengan fokus pada pengembangan kemampuan kognitif mereka dan memajukan pemahaman mereka tentang konsep yang kompleks. Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, kreatif, berempati, dan memahami bahasa, yang belum dimiliki oleh sistem AI. Dengan berfokus pada bidang-bidang tersebut, manusia dapat memastikan bahwa mereka tetap kompetitif dengan AI di masa depan.

Angga: Terima kasih atas semua tanggapannya. Sampai jumpa lain waktu.

AI: Sama-sama! Semoga harimu menyenangkan dan aku berharap dapat berbicara denganmu lagi.

——————

Ini adalah pengalaman saya pertama kali berbincang dengan kecerdasan buatan (AI) secara agak serius dan cukup tematis. Saya tidak ingin melakukan penyimpulan apa pun, tetapi dua warna stabilo kuning yang dapat kita lihat secara mencolok adalah pada satu sisi AI mulai berkembang cukup jauh dan pada sisi lain masih ada kelemahan berbahasa yang diekspresikan oleh AI, yakni repetisi linguistiknya yang masih terdengar mesinistik dan rigid. Saya menduga AI yang saya hadapi tadi belum berkuda-kuda untuk mendapat pertanyaan skakmat—perihal animal symbolicum dan ketercekan data (self-checking) yang ia ambil—yang agak menghunjam. Jadi, lain waktu mungkin ia mulai siaga satu—namanya juga machine learning.

Bagi para pembaca yang memiliki usulan topik perbincangan, apa pun itu, mulai dari ingin tahu tips-tips dari AI agar Anda bisa memenangkan lotre, trik diet manjur tiga hari dari AI, kiat-kiat asmara versi AI, penujuman AI terhadap AI sendiri di masa depan, bahkan hingga tema-tema paling kompleks seperti sistem keimanan AI dan status spiritualitas AI atau pandangannya tentang agama dan kemanusiaan di masa sekarang dan di masa depan; maka usulkan di kolom komentar di bawah.[]

/28/2/2023



Posting Komentar

1 Komentar

  1. Coba bahas hal-hal supranatural. Aku penasaran apa yang akan dikatakan AI.

    BalasHapus