Ad Code

Responsive Advertisement

Menulis bukan saja pekerjaan penulis

Menulis bukan saja pekerjaan penulis, apalagi bila semakin dipersempit secara pro maupun retro pada khalayak eksklusif; misalnya hanya pada cerdik-cendekia, intelek, ulama, umara, mahasiswa, hingga jurnalis. Semua kategorisasi dan klasifikasi (basi) tersebut hanya bangkai delineasi yang tergeletak dalam prosa-epos khayali atau rampai mitologisasi kedigdayaan cara pandang primitif.

^Ditulis pada 29/6/2017

Menulis bukan sekadar operasionalisasi khazanah pengetahuan, bukan sekadar membidik secara akurat-kronologis terhadap wacana historis, bukan pula (gradasi terpayah) tentang ideologisasi alibi-alibi untuk mengais rezeki yang bertameng materialisme, yang puncaknya ke hedonisme, lalu berujung ke alienasi psikis dan kebrutalan adab. Pijakan dan tolok ukur cakrawala “menulis” bukan gelar, derajat, pangkat, dan identitas, melainkan “menulis” itu perihal penggejolakan patetisme atas kemanusiaan, dengan dipijakkan pada sentuhan idealistis, yang meraba-raba skrip eselon di ruang-ruang pustaka yang pusaka.

Jika menulis ditransformasikan untuk terdegradasi ke ranah materialistis, maka terjadi kegagalan dan kebengkokan paling riil yang dialami oleh penulis, bias menjadi-jadi; disebabkan ideologi perdagangan tidak akan mau menempuh arketipe-arketipe perjuangan dan penghayatan.

Parasit mutakhir dunia penulisan adalah demikian, politisasi seleksi-seleksi penulisan hanya sekadar banyolan pabrik dan instansi rekening lapar, sekadar jaringan stabilitas yang melanglang di ranah ekonomi-praktis, sekadar parsialitas jubah akademis lalu selebihnya kepentingan bisnis.

Pemahaman eksklusivitas terhadap mana-penulis dan mana-yang-tidak hendak direvisi semurni-jernihnya.

“Siapa saja yang menulis secara platonis, ialah penulis.”

Maka dari itu, eksplosi-eksplosi yang menggeliat di arena elaborasi perlu ditumbuh-kembangkan dalam segala situasi dan kondisi, meta spasio-temporal.

Perlu disimpulkan: “Aksara adalah panembahan, pena adalah keris, dan penulis adalah metafisika di baliknya.” Atau juga bisa dinyatakan: “Penulis adalah keris milik panembahan”; atau juga “penulis adalah panembahan yang manunggal dengan keris.” Dan jutaan tafsiran tak terselesaikan, yang tanpa perlu langkah inferensial.[]

Posting Komentar

0 Komentar