Aneh rasanya bila seseorang dengan berkanjang menetapkan menggunakan kata baku di setiap sudut siku-siku berbahasanya. Yang luput diketahui adalah setiap tempat (katakanlah medsos, warkop, situs, warteg, atau platform tertentu) memiliki gaya selingkungnya masing-masing.
Nah, itu soal konvensi, dan kita mesti taat agar boleh
masuk. Walakin, sebagai seorang penikmat Bahasa, agak kesal juga kalau
mendengarkan khotib memberi wejangan untuk terus menggunakan kata baku di
setiap sudut bumi mana pun. Kata “jomblo”, misalnya, kini diklasifikasikan
sebagai kata tidak baku, sementara kata bakunya adalah “jomlo”, tanpa “b”.
Padahal, tak satu pun penutur yang mengartikulasikan
kata tersebut tanpa “b”, dan ini tentu menyalahi selebrasi fonetik yang
terus-menerus kita jaga dalam keberlisanan kita, terutama untuk memanggil
teman, "mblo". Tidak pernah, dan tidak akan pernah, kita
mengartikulasikannya “mlo”. Ingat, posisi Badan Bahasa itu di gudang, bukan di
dapur, apalagi di ruang tamu tempat kita bercakap-cakap.
*3/1/2023
0 Komentar