Ad Code

Responsive Advertisement

Para penyair adalah seorang penempuh di jalan kesunyian

Para penyair adalah seorang penempuh di jalan kesunyian; mereka menempa diri dalam bahasa paling sepi. Seperti halnya para salik (pejalan dalam dunia spiritual), mereka mengarungi samudera lengang dalam ombak ingar-bingar kehidupan. Masuk ke dalam, mencari dirinya sendiri, mencari hakikat dirinya: yang ada.

^Ditulis pada 8/31/2018

Sementara para pemikir menempa akalnya dengan cara analisis semata, para penyair masuk dalam sesuatu yang dianalisis, menceburkan diri di panasnya api, memanggang raga jadi kata, menggoreng diri jadi diksi, mengunyah ayat jadi sajak.

Bukanlah puisi yang bila hendak melakukan penghayatan rohani membutuhkan pemaparan agama; melainkan sebaliknya, yaitu bila agama hendak membutuhkan pengalaman rohani dan penghayatan diri maka ia musti menyastrakan diri, setidaknya begitu tandas Emha Ainun Nadjib dalam salah satu esainya.

Kita sedang mengalami kehidupan yang mendalam apabila dengan penghayatan. Sastra mengajarkan pendalaman yang menyeluruh dari huruf menjelma kata, dari kata menjelma sajak, dari sajak menjelma makna, dari makna mencipta peradaban.

Tasawuf, tidak bisa tidak, niscaya berpelukan dengan seni/sastra, sebagai pasangan dalam perjalanan rohani. Tasawuf merupakan peradaban kehidupan yang tak dapat disangkal oleh napas zaman kapan pun: zaman berhala Latta dan Uzza hingga zaman berhala ponsel pintar (smartphone). Ia meliputi gerak-gerik, gestur atau mimik, bahkan gelombang cahaya yang berputaran di dunia tak kasatmata.

Tasawuf milik manusia, milik hamba kepada tuannya, milik pencinta terhadap kekasihnya, sebagaimana puisi pada kekasih: gelora yang merintih. Pencinta mengalami ketermabukan karena mereguk buah rindu, seperti seruling yang rindu pada rumpun induk sang bambu: semakin seruling melengking, semakin ia menaik ke haribaan sang nyaring.

Kita adalah anak-anak Rabiah dalam munajatnya; kita teman Bayazid dan al-Hallaj dalam puisi ekstatiknya; Kita adalah Rumi di abad baru; Kita adalah Iqbal yang bangkit dari kubur … Kita ini pencinta dalam bentang alam raya: di manapun wajah menghadap, di sanalah kekasih menetap.[]

Posting Komentar

0 Komentar