Ad Code

Responsive Advertisement

Kalaupun harus dia, bawalah aku ke sana…

Kalaupun harus dia, bawalah aku ke sana. Kau sendiri yang menyuguhkan padaku 'tuk kumiliki, lalu, jangan sampai habis-habisan kau kecewakan, kau ambil lagi, atau kau halang-halangi, kau sirnakan begitu saja.

Tapi . . . Apakah benar, itu dia, yang kaumaksudkan? Ah jangan-jangan ini sekadar iming-iming; Kau pun nihil jawab, tak bergudik dan hanya bergeming. Selain itu, jika memang ‘ini’ menjadi alat penyatu, demi keterlengkapan eksistensial, benarkah bahwa dia juga merasakan yang demikian. Sial! Aku pun turut bungkam, karena berlepotan pertanyaan-pertanyaan yang tak tersedia jawabannya.

Masih satu yang kutahu, “cinta tak tahu alasan”. Pengetahuanku tentang itu pun masih berjubel lumuran pertanyaan; yang paling mendasar, “kenapa aku harus tahu tentang itu?”

Haruskah aku menunggu dia, untuk terlebih dahulu menyapa, mengucapkan padaku, “Hei!” Mustahil, meski keajaiban menjadi kemungkinan yang bisa diandalkan. Akan tetapi, dia lebih tahu prioritas bungkam, tak kunyana untuk inginkan sapanya. Atau malah, dia tak merasakan ledakan-ledakan ini, yang mematri dalam tiap toreh tulisanku ini.


Cinta membawa kita pada renungan-renungan, dengan jarak yang tipis dililiti khayalan-khayalan. Panah angan melesatkan lesap entah nun sana, kembali lagi ke patahnya pena.

Lalu, masihkah ada yang harus ditunggu, bila kedatanganmu menjadi lesapmu, bak asap kukepulkan ditelan udara, langsung lindang? Meski lindang, tapi sembulmu lindap-lindap, kehadiranmu adalah nyata, begitu saja membetik di bersit khayal ini.

Bila memang fisikmu tak nampak, karena aku tahu, jarak memanggut rengsa untuk mencelotehi bahwa ada dan tidak pun masih tetap bermakna. Kamukah makna? Walau, parau-parau ceracau nawala patra ringkas ini mengguratkan tentangmu, lebih tepatnya adalah guratan tentang aku terhadapmu, adakah telingamu menyimaknya? Meski aku yakin, pendengaranmu menancap di mana-mana, sigap memasang kuda-kuda tapi dipasung gengsi yang gagah. Tidak! Kamu tidak pasang gengsi, hanya kamu tak bisa mengindahkan ini.

Xdmklrmt. Itulah namamu yang buatku nanar merana, ingin kusebut lebih cepat, sebab sambaranmu sehentak dengan sapuan kilat.

Semoga, lirik dari pedih yang kusemburkan dengan lirih ini, bersemburat terdengar lamat-lamat di telanjangnya haribaan gerbang hatimu yang siap terbuka menyambutku dengan pesta meriah. Adakah itu semua?

Ah! Aku sekarang gemar mengada-ada.[]

*18/12/2017

Posting Komentar

0 Komentar