Ad Code

Responsive Advertisement

Nyatanya aku tak dapat membaca tanda

Nyatanya aku tak dapat membaca tanda. Walau tersesat, langkah kakiku belum kenal penat. Meskipun dingin mengutuk kulit prosaku, mataku masih nyalang memunguti batubatu diksi itu. Kususun batu demi batu, kutenun huru-hara rindu.

“Diam!” derak angin mencengkeram aku yang berdendang. Sedikit pun aku tak bergeming, tetap berdendang melengking: kubacakan kegentaranku yang bertandang di hadapanmu.

Kalimatku gaduh, rimaku terus menabuh, nyanyianku bergemuruh, menyentuh langit runtuh, memiuh bumi nun jauh: diksidiksiku adalah teluh ampuh.

Tapi nyatanya aku tak dapat membaca tanda, meski aku terus melangkahkan doa ke arah rumahmu yang Kakbah.

*6/5/2021



Posting Komentar

0 Komentar