Ad Code

Responsive Advertisement

“Jatuh hati tak pernah ada remisi.” Katamu pagi tadi.

“Jatuh hati tak pernah ada remisi.” Katamu pagi tadi.

Aku berpikir berkali-kali sembari membolak-balikkan lembaran dari buku-buku masa kini. Tak ada. Nonsens. Ucapanmu tak mengutip dari buku-buku masa kini. Apakah di buku-buku masa lampau? Buku-buku yang menuliskan antropologi galau? Tidak! Aku telah mengoreksinya dengan teliti. Sungguh ucapanmu yang terang telag kau ngiangkan begitu gamblang pada pikiranku yang lemah dan malang.

Astaga... Apakah maksudmu adalah “jatuh hati” itu merupakan sebuah hukuman? Bukankah ia merupakan percikan anugerah? ...

“Jatuh hati adalah hukuman tanpa pengadilan,” tambahmu mereguk akal majalku. Kini aku menghisap sebatang lisong dengan gigi pikiran yang ompong.

*26/12/2018


Posting Komentar

0 Komentar