Ad Code

Responsive Advertisement

Lumba-lumba: antara persahabatan dan pembantaian

Beberapa bulan yang lalu, saat aku berselancar (surfing) di laut Lovina, ada sekawanan lumba-lumba ikut bergerak menari begitu rancak bersama ombak mendampingi diriku yang berdiri di papan selancar dengan tegak membelakangi horizon yang berkelopak gemawan saling arak.

Aku merasa terikat suatu hubungan magis antara gejolak debur gelombang yang rancak dan sonar kawanan lumba-lumba yang bergelak. Tak dapat dicandrakan bagaimana rasanya hubungan ini dengan statistika data-data kuantitatif, melainkan musti menggunakan penafsiran hermeneutika-eksistensial bahwa pengalaman tersebut merupakan suatu kegembiraan samudrawi yang kualitatif.


Di tengah-tengah tarian kami, kala gelombang menyeret papanku, kulihat hiu membuntutiku hingga berjarak begitu dekat dan siaga mengoyak diriku yang tak siap. Akan tetapi, dengan cepat, sekawanan lumba-lumba menabrak hiu tersebut, mendorongnya menjauh dariku. Sahabat lumba-lumba menyelamatkan nyawaku.

Betapa kami benar-benar telah terikat suatu hubungan supramanusiawi. Ini bukan hubungan evolusi yang kompetitif (saling memasung), melainkan hubungan evolusi yang suportif (saling mendukung dan mengusung). Malangnya, beberapa minggu yang lalu ketika aku berlibur di Jepang, di Taiji tepatnya, terdapat pembantaian lumba-lumba besar-besaran yang dilindungi negara di sebuah teluknya, yang telah berlangsung lebih dari sepuluh tahun.

Ketika aku berbincang tentang hubungan eksistensial, mereka para nelayan Taiji sebagai kaki tangan komoditas industri lumba-lumba global sekaligus sebagai para algojo lumba-lumba, hanya tahu hubungan modal dan hubungan penggal-memenggal. Ini merupakan problem kemanusiaan yang amat memilukan.

Teluk yang melekuk telah menjadi saksi atas merahnya darah dari hasil eksekusi lumba-lumba oleh manusia yang tak manusiawi sama sekali: sekrup kapitalis dan psikopat sadis.

[Cerita di atas sepenuhnya fakta sebagai fiksi dan fiksi sebagai fakta. Tokoh aku disadur dari pengalaman eksistensial antara lumba-lumba yang sentiental dan manusia yang sapiental].

*8/5/2019

Posting Komentar

0 Komentar