Pada 4 April 2019 aku mulai pertama kali menggarap skripsong (diambil dari kata script yang berarti naskah dan song nyanyian). Aku mulai menaruh kalimat pertamaku seperti ini, “Pada 2 April 2019, paus sperma ditemukan tewas di Sardinia, Italia karena telah mengonsumsi sampah…” [edisi belum kurevisi].
Kalimat berita semacam itu, tentang kematian paus,
bisa kita lacak secara kronologis, tahun demi tahun. 2016, 2017, 2018, dan 2019.
Setiap pasir pantai mencatat terdamparnya paus karena penyebab yang tidak jauh
berbeda, yakni paus menjadi konsumen sampah.
Dahulu kala, dua abad yang lalu, di Pulau Georgia
Selatan, tempat berhabitat penguin, anjing laut, paus, dan populasi lainnya,
menjadi sasaran empuk perburuan massal dan kejam atas nama indsutrialisme. Di
awal abad 20, beton-beton berdiri sepanjang pulau tersebut untuk melangsungkan
genosida industrialismenya terhadap populasi mamalia paus yang benar-benar
hidup secara mesra di sana.
Apa yang terjadi? Manusia bersama cerobong berasapnya
benar-benar sombong dan beringas: menghabiskan tidak kurang dari 150.000
mamalia. Pulau Georgia Utara mencatat genosida sebagai ekosida yang benar-benar
belum ada presedennya. Industri tersebut melaju dengan komersialisasi tubuh
paus. Minyak paus adalah komoditas sebenarnya: produk makanan seperti eskrim
dan margarin serta barang-barang kosmetik dan sabun.
Industri semacam itu kini sudah tutup dan habis-ludes,
tetapi kini kita punya cara lain, secara gradual, untuk membunuh paus atau
organisme laut apa pun. Itu benar-benar merugikan semua komunitas ekosistem
global.
Sampah plastik yang tertelan perut laut menjadi
konsumsi hewan laut. Bagi paus, itu adalah cumi-cumi. Jala ikan yang entah
milik siapa, menghambur di tengah laut dan menyerabut ke kura-kura, atau bahkan
tertelan juga di perut paus, menjadi pertanda intervensi manusia atas komunitas
alami sebagai suatu tindakan yang destruktif. Tetapi apa yang bisa kita lakukan
untuk menghilangkan penggunaan sampah plastik secara total?
Bukan bermaksud mengelak, tetapi ini memang persoalan
yang benar-benar mengakar di peradaban konsumerisme kita: beli ini-itu-anu
berwadah sampah plastik. Pada 2 April 2019, di Sardinia, Italia, adalah
peristiwa pembunuhanku terhadap paus sperma (physeter macrocephalus)
melalui penggunaanku terhadap sampah plastik setiap harinya. Dan dua hari
setelah peristiwa itu, tanggal 4 April, aku mulai mendokumentasikan pembunuhanku
sendiri dalam bentuk skripsong atau naskah nyanyian (yang mengerikan).[]
*27/4/2019
0 Komentar