Ad Code

Responsive Advertisement

Ini tentang sekelumit etika lingkungan

Kita harus membedakan antara pelaku moral dan subjek moral. Semua organisme yang ada adalah subjek moral. Subjek moral adalah semua organisme yang harus dipertimbangkan keberlanjutan dirinya sebagai yang-hidup berdasarkan nilai di dalam dirinya sendiri, bukan nilai bagi yang-lain atau nilai instrumental. Sementara, pelaku moral adalah semua yang berkesadaran dan memiliki pertimbangan baik-buruk dalam bertindak.

Di sini, untuk sementara ini, kita predikasikan pelaku moral adalah manusia, sedangkan subjek moral adalah seluruh organisme yang di dalamnya termasuk manusia. Secara sederhana, pelaku moral harus bertindak moral terhadap segala subjek moral (manusia, hewan, dan tumbuhan).

Lalu, jika kita punya pertanyaan alibistik, “Makhluk hidup non-manusia (katakanlah binatang atau binatang buas: singa) yang kita predikasikan sebagai subjek moral nyatanya berbuat tidak bermoral terhadap makhluk lain?” [Sederhananya: kenapa sih singa dengan amat teganya mengoyak perut zebra yang sedang melintas di depan jangkauan pandangannya?]

Nah, kita harus kembali ke formula di atas, bahwa selain manusia bukanlah pelaku moral, melainkan subjek moral. Jadi, jika dengan contoh singa memangsa zebra saja kita sebagai manusia (pelaku moral) terstimulasi untuk merekayasa formula moral, yaitu dengan sangkalan, “Ah buat apa kami menjaga keberlangsungan organisme lain, toh mereka sendiri juga saling memangsa.” Di situlah nalar moral kita berproses untuk tumpul dan menuju majal.


Penting dicatat bahwa singa bukanlah pelaku moral sehingga jika ia mengoyak perut zebra itu berarti bukan pada wilayah tindakan moral, sehingga tidak bisa digolongkan sebagai kategori moral (kita harus berpegang pada pembedaan antara pelaku moral dan subjek moral di atas).

Jadi, aktivitas memangsa yang dilakukan oleh subjek moral yang bukan pelaku moral bukanlah kategori moral: singa tersebut tidak akan bisa kita hukumi bahwa ia telah melakukan kejahatan moral. Dengan alibi di atas, mengelak keberlangsungan subjek moral, itu pertanda kita sedang menunjukkan manusia yang berprivilese sebagai pelaku moral menjadi sekadar buta moral karena mengambil contoh yang salah (baik secara formal maupun material).

Selain itu, alibi tersebut menunjukkan disposisi kita yang gemar menauladani tindakan saling memangsa (homo homini lupus), betapa degradatifnya tingkah kita ini. Di dalam peristiwa perut zebra dan gigi singa terdapat perjumpaan karena kerinduan, tetapi kalau itu gigi manusia, merupakan kompetisi keganasan dan kebengisan!

*27/5/2019

Posting Komentar

0 Komentar