Mengapa mata kita terbiasa memandang ke depan? Itulah pertanyaan yang tentu saja inheren dalam ke(ber)adaan manusia yang memang dikutuk untuk mencandra masa depan. Ada apa dengan masa depan? Meski tak langsung menyodokkan jawaban, tetapi tentang persoalan pelik ini sering menyinggung keberadaanku melalui beragam film yang kutonton.
Yapzz, film adalah hiburan, bagi pikiran yang tenang,
bagi imajinasi yang terbang. Para seniman film, malangnya, tidak bisa lain
untuk tidak menyodorkan secercah lorong menuju jawaban, kecuali dengan bentuk
genre parallel universe atau travelling time, untuk menggubris
mengenai pertanyaan krusial bagi mata kita sekalian, “Ada apa di (masa) depan?”
Jangan gampang menjawab pertanyaan; sebab gampang
menjawab artinya kita malah jauh dari pemahaman. Selama ini kita hanya dapat
memahami ruang dan waktu absolut: linier, rigid, kasar, paten, rutin, pakem, dan
seterusnya.
Ada yang perlu kita dengarkan dalam mitos sains, yakni
alam kita bukan universe melainkan multiverse, di mana kita
memanifestasi multi-diri dengan DNA yang sama tapi tidak dengan eksistensinya.
[Itu absurd! Yah! Itulah mitos dari sains. Sains bukan sekadar berpikir empiris
semata, melainkan mewartakan mitologi, apokalips, bahkan yang profetis. “Mana
mungkin? Mana mungkin?” ... Kepakan sayap kupu-kupu di Brazil dapat menyebabkan
tornado di Texas merupakan sebaris puisi dari sains—untuk tidak menyebutnya
puisi saintifik.]
Apakah kita benar-benar dapat melihat masa depan atau
sekadar memprediksinya? Dapatkah kita merubahnya? Apa maksud dari yang selalu
kita sebut “takdir”? Pada apakah ia berjalan? Apa itu peristiwa? Berjubelan
pertanyaan selalu menyumpal mulut yang tergesa-gesa untuk pongah menjawab.
Mungkinkah kita dapat mengubah masa depan yang pasti?
Tetapi bukankah “yang-belum” merupakan kekosongan papan puzzle yang
mesti dirangkai dari segenap kemungkinan-kemungkinan? Lalu mengapa kita harus
mencandra masa depan sebagai benda padat yang niscaya, konkret, utuh, dan tak
tersentuh? Tidak. Tidak. Aku tidak tahu.
“Setiap kali kamu melihatnya, ia berubah, karena kamu
melihatnya,” kata Cris dalam film Next (2007), “dan itulah yang merubah
segala sesuatu yang lain.”
*18/7/2019
0 Komentar