Menunggu singsing Fajar Kata di ufuk, aku menempuh
semalam suntuk, melempar kantuk dan menanar pelupuk.
“Tanpa kedip?” tanya gaung.
“Tanpa bagaimana,” kutampar tanya.
Karena di antara beragam pertanyaan yang digubah oleh
jawaban, terdapat misterimisteri yang tak dapat didedahkan oleh penalaran.
Sungguh aku sedang memeluk gaung tanya tersebut, karena tanganku adalah rentang
dari keheningan wujud.
“Tanpa kedip?” gaung memantul lagi.
Cahaya memanggil gigil dan menanduk pupil. Mata-Cahaya
melebur dan membalur sekujur. Jagat memandang keberadaan begini kerdil: di
hadapan Hyang yang meruang dan Satu mewaktu.
“Di mana kata-kata, di mana terbitnya Fajar Kata?” nun
gaung meraung memukul num relung.
*29/1/2019
0 Komentar