Sebab saban napas punya jalurnya sendiri-sendiri. Jalur, bukan jalan. Segalanya memang sedang berjalan karena segalanya adalah pejalan, tetapi pejalan memiliki jalurnya sendiri. Jalur tersebut menampakkan diri tiap-tiap napas.
“Meski jalannya tak terlihat, tetap tapaklah! Sesuai
tapakanmu, jalurnya ‘kan tersibak” (saduran bebas dari Rumi).
Sesuai keterbatasan pandangan kita, jalur diulur
begitu kita menapakinya. Padahal, si arsitek harus telah menggambarnya sebelum
para pekerja membangunnya. Dari manakah bahan-bahannya? Bahan-bahan tersebut
tentu dari pajak tiap warga, dari tiap-tiap langkah.
Kita memberikan itu sesuai tapakan-tapakan kita
sebelumnya. Sesuatu yang kita lakukan sebelumnya merupakan pupuk kita untuk
memetik panennya. Jika kita tak menanam, tak ada apa-apa yang dapat berbuah. Kendati
demikian, menanam tidak dengan sendirinya memanen, sebab gagal panen termasuk anugerah
dari musim panen itu sendiri.
*16/4/2018
0 Komentar