Aku pernah bertanya pada para pencinta, “Apakah cinta itu perlu pembuktian?”
Kebanyakan pencinta suka menjawab “perlu”, tanpa
memberi alasan. Aku selalu menghindari pertanyaan, “Pembuktiannya seperti apa?”
karena pasti aku bakal mendengar jawaban yang klise dan membosankan bagi
telingaku.
Dan, kuajukan lagi pertanyaan, “Apa yang dimaksud
dengan pembuktian tersebut?”
Kebanyakan pencinta—yang telah menjawab “perlu”—menjadi
bungkam.
Dalam momen bungkamnya itu, kutambahi dengan
pertanyaan, “Apakah sama istilah pembuktian tersebut dengan pembuktian
dalam sains dan ilmu-ilmu empiris saat bekerja pada tahap verifikasi data,
menguji koherensi fakta, dengan meminggirkan yang irasional alias inkonsistensi?”
Dengan pertanyaan tersebut, para pencinta malah lari
tunggang-langgang. Entah kenapa. Tetapi dari beberapa pertanyaan di atas, aku
tidak ingin mengambil putusan sebaliknya, bahwa cinta tidak perlu bukti—sama
sekali aku tidak memutuskan hal tersebut.
*17/9/2018
0 Komentar