Hari pahlawan sering kali dikorelasikan dengan masa lalu, sebuah sejarah, setumpuk catatan yang harus kita ingat. Aku berpendapat bahwa kita harus melangkah lebih lanjut. Kita membutuhkan interpretasi baru.
Seperti yang kita ketahui, konotasi pahlawan, tentu
saja, mengacu pada “hal-hal yang maskulin”, seperti keberanian, pertarungan,
pergumulan, perjuangan, penyerangan, dan semisalnya. Sampai saat ini, landasan
maknanya masih didasarkan pada jargon “NKRI Harga Mati”.
Menurutku, jargon itu terlalu maskulin. Kita perlu
mengubah pola pikir kita tentang kebangsaan, negara-bangsa. Yang kita butuhkan
sekarang adalah pandangan dunia feminin. Maksud dari “pandangan dunia feminin”
adalah “etika kepedulian” (ethics of care).
Kita harus mendekonstruksi paradigma lama kita, “sudut
pandang keadilan”, dan merekonstruksinya sebagai “ethics of care”. Oleh
karena itu, jargonnya tidak lagi diteriakkan sebagai “NKRI Harga Mati”, tetapi
sebagai “NKRI Harga Hidup”, yang di dalamnya terdapat pengasuhan yang agung.
Untuk mengimplementasikannya, kita harus bisa memulainya sendiri, karena kita—meminjam
istilah Carol S Pearson—adalah the hero within.
*12/11/2020
0 Komentar