Ada seorang murid Hindustan sempat merasa tinggi hati karena spiritualitas dan intelektualitasnya sehingga ia mengklaim diri sebagai yang-superior ketimbang yang-lain, entah manusia atau nonmanusia.
Dikarenakan gurunya yang bijak bestari telah
mengetahui penyakit kebanggaan diri sang murid, sang guru mewanti-wanti dengan
satu pertanyaan yang prinsipiil. “Menurutmu, apa esensi mendasar dari segala
maujud?”
Dengan agak tersedak, sang murid tersadar, “Esensi
segenap maujud adalah atman (jiwa),” batinnya. Itulah realitas mendasar:
semua maujud punya atman, tak peduli dewa atau pun tanah yang rendah, yang
kerap kali kita anggap sebagai entitas tak bernyawa.
... Seketika itu ia melontarkan, “Tat twam asi.”
Sebuah frasa dalam filsafat Hindu yang jika diterjemahkan adalah aku adalah
engkau. Frasa ini mengingatkanku pada sebuah cerita perihal Mawlana Rumi, yang
di saat memberikan makan tiga ekor anjing, ada seseorang yang merejah di
depannya tiba-tiba melontarkan pertanyaan, “Siapakah anjing-anjing yang kauberi
makan itu, wahai Mawlana?”
Dengan lembut tetapi tegas, Mawlana Rumi menjawab
secara eksistensial, “Anjing ini adalah aku,” sembari melempar senyum ontologis
kepada ketiga anjing tersebut.[]
*8/10/2018
0 Komentar