Tindak menafsirkan meniscayakan adanya persepsi awal dan bangunan pemahaman dasar sebagai titik tolak untuk menghasilkan penafsiran.
Memang persepsi awal dan bangunan pemahaman dasar
tidak harus selalu paralel dan kongruen dengan objek-yang-sedang-ditafsirkan
juga. Itu absah—sejauh ia tidak dijadikan sebagai sebuah tesis. Sebab, tesis
mengharuskan diri untuk memverifikasi praduga-praduga liar kepada fakta riil
yang sedang dihadapi si penafsir serta mengorespondensikan antara data-mentah-yang-dicerap
dengan realitas empiris yang terjadi agar dapat memvalidasi koherensi logis di
antaranya.
Penafsiran memang rentan menjadi liar, bahkan menjadi
sungguh amat liar apabila si penafsir tidak memverifikasi dan
mengorespondensikan praduga dan data mentah tersebut kepada kebenaran
objektifnya. Tapi itu tetap sah sejauh ia tidak berarogansi untuk mengklaim
diri “inilah Kebenaran”.
*26/12/2020
0 Komentar