Ke(pernah)hadiran bagai retakan di sebuah tembok.
Kalau kita ingin menotalisasi tembok tersebut, kita telah semenjak mula karam
terperosok dalam lubang absensi yang cukup menakutkan dan menggemingkan
signifikasi. Tercengang, lalu kita bergidik.
Betapa tidak, kendati retakan tersebut memang dapat
disentuh, tapi ia pada dirinya telah terkelupas begitu saja, absen. Apakah kita
dapat melakukan ‘sentuhan-pengandaian’ melalui penambalan menggunakan semen
(entitas lain di luar dirinya)?
Malangnya, kita hanya menjumpai kebaruan atas
kesudahan dan kita telah kehilangan yang-pernah tersebut sebagai yang(-mungkin)-punah:
yang-lubang. Itulah patahan entitas.
Adakah yang kukuh dan kokoh? Kekeroposan tidak dapat
dielak. Runtuh bak remah-remah roti. Ada puing di lantai dan seorang penyapu
datang membersihkannya. Apa yang dapat kita lakukan untuk merunut
ke(tidak)mungkinan atas (re)presentasinya? Seperti upaya runutan yang
si(s)a-si(s)a. Nah! Keretakan adalah luputnya kerekatan dan itu memang suatu
kerentanan.
*22/8/2019
0 Komentar