Ad Code

Responsive Advertisement

Manusia, ruangan, buku, dan ruh

“Sebuah ruangan tanpa buku laksana sebuah tubuh tanpa ruh.” Tak pelak kalau ucapan Cicero itu dapat diamini tanpa menaruh sezarah ragu.

Manusia adalah makhluk yang meruang, menaruh “aku” dalam segenap ruang, yang di dalamnya ia bergolak untuk tetap bisa mengenal dirinya. Ruangan tanpa buku merefleksikan kekosongan yang nihil (bukan kekosongan ke-sunyata-an sebagaimana dalam falsafah Jawa—nihil berarti takberarti).

Tentu saja ruang itu sendiri melukiskan kel(el)uasan dari kepribadian makhluk yang meruang. Sebagaimana ruang yang mesti punya ruh, manusia ialah ruh itu sendiri yang mengejawantah-meruang.

Selain sebagai makhluk sosial dan spiritual, manusia adalah makhluk berbuku, yang di dalamnya ia menulis dan membaca, menggaris dan mengaca, serta membingkis dan menyejarah. Manusia tanpa buku serupa ruangan tanpa buku; sebab manusia meruang, dan ruangan membuku, manusia meruang di dalam buku, dan ruangan membuku dalam ruh, dan ruh meruang dalam manusia.

Tanpa buku, manusia dan ruangan menjadi beku.[]

*20/2/2021



Posting Komentar

0 Komentar