Sore ini, bersendawa hujan dari gemawan, berwujud mendung yang nampak murung. Tapi, ia tak sepucat gurat cintaku yang muncrat padamu sebagai tempat: Lembaran. Kau lambar di mana tintaku bergelepar, pada kulit putihmu dansaku bersandar; mata penaku menoreh, diksi prosaku berceloteh-celoteh, walau tanpa pernah kilas wajahmu menoleh. Duhai gadis bertubuh melodis dan bermimik ritmik: Ini gejolakku yang berlarik-larik, terus-menerus padamu mantraku merinai-rintik, meski kau tak pernah melirik.
Gaduh aku aduh. Padamu: yang kudeklarasikan sebagai
kekasih kegaiban.
*24/8/2018
0 Komentar