Parasmu yang kudekap di selimut bola mataku, telah
minggat ke ujung kabut. Ingin kurunut dan kuburu ke arah angin berkesiur, tapi
sinar surya keburu mengguyur, lekas lindaplah kabut yang berkawin udara lalu
melebur.
Ke mana dapat kulayangkan pandangan, agar kutemukan
bukan sekadar seonggok kenangan yang terbentuk dari lempung kejadian?
Ingin kugeletakkan saja sekuntum ingatan di gang
perbelokan yang pernah memberi petunjuk pada kita mengenai jalan perjumpaan.
Dan kepada kabut, aku tak berhak mengutuk, hanya dapat tunduk merunduk memahami
jeluk dari perbatinan petunjuk. “Ke mana alamatmu menunjuk?”
Kupulangkan palung hadirku yang terkadung gandrung,
mendiami rumah lama tanpa peristiwa kita.
*12/11/2018
0 Komentar