Aku ingin memulai ini dengan pertanyaan, “Apakah kita benar-benar membutuhkan hukuman? Apakah manusia membutuhkannya?”
Secara alamiah, manusia, pada hakikatnya, secara
batiniah, memiliki alat untuk mengendalikan dirinya menjadi baik secara moral.
Seperti yang kita ketahui, hukuman hanyalah produk hukum; dan hukum adalah
produk dari penilaian moral dan amoral kita. Dari semua itu, kita membuat
aturan, membuat regulasi, dan konstitusi.
Sumber asli peraturan atau hukum itu berdasarkan hati
nurani kita. Hati nurani menjadi alat kita, kesadaran kita untuk bisa
membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Padahal, karena sebagai
manusia, kita tidak butuh hukuman. Tapi, ternyata banyak orang, sebagai
manusia, orang yang berakal, bertindak seolah-olah bukan manusia. Mereka tidak
bisa menjaga diri mereka sebagai manusia. Mereka berperilaku seperti binatang
yang tidak memiliki hati nurani. Oleh karena itu, saat ini, di era yang kacau,
kita sering mendasarkan perilaku kita pada hukum yang dangkal, bukan pada hati
nurani kita yang murni.
Dalam keberagamaan kita, konsep beragama kita sering kali
dibayang-bayangi oleh rasa takut pada neraka (hukuman) dan keinginan surga (imbalan).
Hukuman itu sebenarnya sangat tidak berguna bagi mereka yang sudah bangun.
Jadi, menurutku, cukup mudah untuk membangunkan orang
yang sedang tidur, tetapi memang sangat sulit untuk membangunkan orang yang
sedang berpura-pura tidur, dan terlalu sulit untuk membangunkan orang yang
sedang tidur tapi merasa sedang terjaga.[]
*17/11/2020
0 Komentar