Ibn ‘Arabi dalam Fuṣūṣ al-Ḥikam menceritakan bahwa Jibril mendatangi Maryam dalam bentuk manusia pada umumnya, dan Jibril mengaku padanya bahwa ia diutus Tuhan untuk menganugerahkan seorang putra yang suci. Kemudian Jibril meniupkan “Isa” ke dalamnya. Jibril tidak lain hanyalah pembawa pesan Tuhan kepada Maryam, sebagaimana seorang rasul yang membawa pesan Tuhan kepada umatnya. Berkaitan dengan hal ini, Ibn ‘Arabi menegaskan,
“Tubuh Isa diciptakan dari air aktual (mā’a muḥaqiq) Maryam dan air imajinal (mā’a mutawahhami) Jibril yang melekat pada kelembapan tiupan tersebut,
karena napas dari Jibril itu lembab disebabkan unsur air di dalamnya.”
Penting dicatat bahwa tiupan napas Jibril itu “imajinal”,
sebab pada esensinya, roh Tuhanlah yang membuat Maryam mengandung, bukan
Jibril. Ibn ‘Arabi kemudian di sini mengukuhkan bahwa tanpa kuasa Tuhan, tiupan
itu akan sia-sia. Kemudian, kita dapat menggarisbawahi bahwa Isa lahir dalam
wujud manusia karena ibunya adalah manusia dan karena Jibril juga pada saat itu
berwujud manusia.
Struktur Tubuh Isa
Dalam pasase yang lain, Ibn ‘Arabi meneguhkan bahwa
sebenarnya Isa muncul dari “laki-laki spiritual”, yaitu Jibril, malaikat yang
pada saat itu berwujud manusia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Isa
merupakan “manusia” dilihat dari aspek lahiriahnya dan “malaikat” dilihat dari
aspek batiniahnya. Di kesempatan lain, Ibn ‘Arabi dengan tegas menyatakan bahwa
Isa itu setengah manusia dan setengah roh.
Ini berarti bahwa kehidupan Isa tidak lain adalah
esensi Jibril; dia bukan makhluk yang memiliki roh, melainkan dia adalah roh. Menurut
Ibn ‘Arabi, Nabi Isa tidak seperti manusia lain, karena bentuknya adalah imajinal
(khayāl), atau bahwa wujudnya merupakan manifestasi dari
rohnya. Oleh karena itu, hubungan antara jasad Isa dan rohnya merupakan
hubungan yang melekat, hubungan korespondensi, tubuhnya disublimasi ke
tingkatan rohani.
Menurut Souad Hakim, hal itulah yang membuat Ibn ‘Arabi
agak bingung bagaimana menggambarkannya. Ibn ‘Arabi menggambarkannya
kadang-kadang sebagai bentuk imajiner, kadang-kadang sebagai manifestasi roh,
atau sebagai orang yang lahir di antara roh dan manusia, atau sebagai orang
yang lebih dekat dengan bentuk (jasad) daripada tubuh (jism).
Fungsi Ruh Allah dalam Diri Nabi Isa
Itulah mengapa, menurut Ibn ‘Arabi, Isa disebut rūh Allāh. Dalam hal ini
kemudian Ibn ‘Arabi menjelaskan alasan-alasan mengapa mukjizat-mukjizat Nabi
Isa begitu supranatural, di antarranya menghidupkan orang mati dan membuat
burung dari tanah liat. Pertama-tama Ibn ‘Arabi membabarkan fungsi dari roh Tuhan
dengan menceritakan,
“Demikianlah al-Samiri menyombongkan [kepada dirinya
sendiri] pengaruh utusan Jibril, yang merupakan roh. Ketika dia menyadari bahwa
itu adalah Jibril, dan mengetahui bahwa semua yang Jibril sentuh menjadi hidup,
al-Samiri mengambil sebagian darinya (kekuatan Jibril), entah dengan tangannya
atau dengan ujung jarinya. Kemudian dia memindahkannya ke patung anak sapi
emas, sehingga patung tersebut melenguh.”
Poinnya di sini adalah sama ketika Jibril meniupkan
napas ke Maryam yang kemudian membentuk Isa, bahwa Jibril sebagai roh suci (rūḥ al-quds) memiliki kekuatan untuk memberi kehidupan. Di sini
Ibn ‘Arabi hendak menekankan mekanisme bagaimana Nabi Isa menghidupkan benda
mati (tanah liat) menjadi burung. Sebab Nabi Isa itu sendiri merupakan tiupan
napas Jibril yang pada dirinya memiliki daya untuk memberi kehidupan, makanya
ia dapat menghidupkan benda mati dan orang mati.
Secara terperinci Ibn ‘Arabi menjelaskan bahwa Isa
sebagaimana telah disinggung di muka merupakan kombinasi air Maryam dan napas
Jibril. Air Maryam adalah ‘aktual’ karena rahim Maryam mengandung Yesus,
sementara napas Jibril adalah imajinal, karena hakikatnya Roh Tuhanlah yang
membuat Maryam mengandung, bukan napas Jibril. Ibn’Arabi memaparkan,
“Dengan demikian, menghidupkan orang mati dikaitkan
dengannya baik secara aktual maupun secara imajinal. Mengenai yang pertama,
dikatakan tentangnya [dalam Al-Qur’an], “Dan dia menghidupkan yang mati,”
sedangkan yang kedua, “Engkau akan meniup ke dalamnya [tanah liat] dan tanah
itu akan menjadi burung dengan izin-Ku.”
Burung tanah liat di sini menduduki posisi ‘yang aktual’
dalam mukjizat Nabi Isa, sama seperti rahim Maryam adalah yang aktual ketika
mengandung Isa. Di sisi lain, napas Nabi Isa adalah imajinal sebab napasnnya
tidak mengandung kekuatan atau kehidupan apa pun. Roh Allah yang tertanam dalam
napas Isalah yang membangkitkan kehidupan. Dengan demikian, dalam mukjizat
tersebut, napas Isa hanyalah imajinal, sementara Roh Allah menjadi aktor
prinsipiil dari mukjizat tersebut.
Berkaitan dengan ketuhanan Isa karena alasan mukjizat semacam
ini, Ibn ‘Arabi memberikan ilustrasi lain yang mirip dengan mukjizat Isa, “… Abu
Yazid al-Bistami meniup semut yang telah dia bunuh, dan semut itu hidup
kembali. Pada saat itu juga Bayazid tahu Siapa Yang Meniup, jadi dia meniup [ke
dalamnya]. Dalam hal ini dia seperti Isa.”
Dari kutipan tersebut, sebenarnya Ibn ‘Arabi ingin
menyoroti bahwa Abu Yazid juga dapat menghidupkan sesuatu yang mati persis
seperti Isa, al-Samiri, dan Jibril untuk menunjukkan kenyataan bahwa mukjizat
atau kemampuan supranatural menghidupkan yang mati tidak terbatas pada Isa. Patut
dicatat bahwa kemampuan menghidupkan yang mati itu pun tidak lain dan tidak
bukan sepenuhnya hanyalah proyeksi dari kekuasaan Allah, bukan milik individu
tertentu, entah itu Jibril, al-Samiri, Abu Yazid Bistami, ataupun Nabi Isa.
/Pernah diterbitkan di Iqra.id: https://iqra.id/nabi-isa-sebagai-ruhullah-dalam-pandangan-ibn-arabi/
0 Komentar