Istilah “proyek tanpa prospek” sebenarnya lebih masuk akal dilihat dari gigi taring ketidakpastian yang siaga mencabik tubuh dan pikiran kita. Mengeliminasi prospek semenjak inisiasi proyek tentu akan menyelamatkan seseorang dari gigitan nyata ketidakpastian yang akan mengoyak kulit dan mentalnya.
Seseorang mesti menghilangkan prospek “duduk bareng di
puadai” ketika ia baru mulai menginisiasi “hai cewek, boleh kenalan dong?”
Belum-belum berpikir negatif sebetulnya lebih preventif dan kuratif sejak mula
ketimbang berpikir positif yang nyatanya dapat mendorong seseorang ke jurang
yang tak pernah diduga-duga.
Dua kondisi ini tentu berbeda: Pertama,
seseorang sudah membayangkan bahwa, tak dapat dielak, akan ada senoktah
kemungkinan bahwa pernikahannya gagal, dan dia mengantisipasi bahwa kegagalan
pernikahan tidak akan menghentikan kehidupannya untuk tetap berdetak. Kedua,
seseorang membayangkan bahwa percintaannya akan berakhir bahagia dan membangun
rumah tangga terhebat di dunia, dan bahkan di alam sorgawi, yang nyatanya tak
lama kemudian pasangannya tepergok selingkuh—yang sama sekali tak pernah masuk
ke dalam perhitungannya. Betapa remuk dirinya yang hanya siap dengan
angan-angan sorgawinya belaka.
Ajaran berpikir positif jika diikuti dengan taklid
buta yang mencengkeram di ubun-ubun memang akan membawa seseorang, entah ke
suatu ruang yang memang diharapkan atau malah ke antah-berantah yang tak
dikenali, yang belum pernah dideteksi.
Berpikir negatif selalu memasukkan unsur “antah-berantah”
tersebut ke dalam pencandraannya, sehingga orang sudah siap kalau-kalau dia
harus tersungkur mampus sekalipun—yang tak pernah dibayangkan oleh para
prajurit pengidam angan-angan sorgawi belaka.[]
*5/8/2022
0 Komentar