Ad Code

Responsive Advertisement

Bahasa rindu dan bahasa cinta

Aku memang menguasai bahasa rindu, tetapi aku dikuasai bahasa cinta. Bagiku bahasa cinta ialah bahasa ibu, sedangkan bahasa rindu hanyalah bahasa kedua, bahasa di mana aku harus membuka kamus antarbahasa, menerjemahkan satu lema dari bahasa ibu ke bahasa lain, bahasa asing.

Bahasa ibu amatlah karib, tak pernah asing, pelik, dan berjarak dari diri, sebab ia bermukim begitu saja di (ke)dalam(an) diri. Ia sepenuhnya ekspresi autentik mengenai presentasi atas presentasi.

Sebaliknya, bahasa rindu hanyalah terjemahan, yang acap kurang pas, kurang klop, kurang mengena sasaran: “representasi”. Walaupun demikian, kita harus terus berani menerjemahkan bahasa cinta ke bahasa rindu, mengeluarkan yang di dalam agar dapat didengar yang-lain.

Ringkasnya, tindak berbahasa kita senantiasa merupakan tindak penerjemahan dari bahasa ibu ke bahasa asing, dari bahasa-yang-di-dalam menjadi bahasa-yang-di-luar. Dan memang benar, kita---dapat---"menguasai” bahasa-yang-di-luar, tetapi catat, bahwa kita nian “dikuasai” oleh bahasa-yang-di-dalam.[]

*3/9/2022



Posting Komentar

0 Komentar