Kukemasi suara yang sempat menadah hening, kukremasi hening yang sempat menumpah suara. Gegap menagih hutang, merogoh longlong yang diasuh oleh lengang yang panjang.
Di keseketikaan yang senantiasa meruami deret
peristiwa, waktu menodongkan bisu pada “aku”, kepada setiap penjelmaan atas “akan”
yang berwarna abuabu. Ruang mengancam, mencekam, mencengkeram, hingga menerkam
tatapan-ke-depan yang dijulurkan oleh ketidakmengertian.
Suara itu mengemasiku yang sempat menadah hening, dan
hening itu mengremasiku yang sempat menumpah suara.
Tak bersuara pertanda “aku” telah tiba pada “akhir”
yang menyatakan dirinya.
1/2/2021
0 Komentar