Persoalan “aku” menjadi satu ancangan yang terus menggelisahkan sejarah pemikiran manusia. “Aku” menjadi satu sandaran pasti mengenai identitas. Akan tetapi, apakah identitas itu sama dengan aku?
Kerap kali “aku” dicandra dan kemudian menjadi
terpahami sebab dualitas “aku” dan “kau”. Penting dicatat bahwa “kau” juga
bukan senantiasa antitesis dari “aku”. Antara “aku” dan “kau” terdapat semacam
jembatan eksistensial yang terbuka untuk saling menghadap dan menatap.
Sekali lagi, “aku” bukanlah subjek beku yang dibekuk
identitas konkret. Di sinilah peran “kau” menjadi determinasi ontologis yang
memungkinkan aku menjadi tampak dan terbuka. “Aku”, yang tersituasikan oleh
yang “bukan-aku”, bukanlah sembarang “aku” yang dicandrakan semata-mata oleh
realitas sosial dan politik.
Dengan
demikian, kau-dan-aku tidak lain dan tidak bukan merupakan pergulatan
eksistensial dalam sejarah pemikiran manusia. Artinya,
aku-yang-bukan-kau-dan-kau-yang-bukan-aku, meskipun terus-menerus terlibat
dalam relasi dialogis dan ontologis, tidak pernah bertemu dalam simbol sama
dengan (=).
*27/9/2022
0 Komentar