Ad Code

Responsive Advertisement

Tentang puisi, temuan saintifik, dan siapa pemiliknya

Puisi selalu ditulis dalam keadaan buru-buru, lantaran lintasan-lintasan yang menghunjam atau membersit atau menciprat tampak lebih cepat dari gerakan tangan. Jadi, dengan sigap kita dapat simpulkan bahwa cukup absurd mengatakan “penyair itu mengarang sebuah sajak”.

Lintasan-lintasan itulah bentuk-bentuk murni dari ide/gagasan dan luapan perasaan yang mengucur deras yang kemudian kita berupaya memotret secepat mungkin sebelum mereka masuk ke terowongan kegelapan, yang membuat pencahayaan kamera kita jadi kalang kabut untuk menangkap gambar sebagaimana adanya. Maka dari itu, kita punya apa yang dinamakan “stenografi” untuk mengejar lintasan-lintasan yang begitu cepatnya.

Jika seseorang bertanya usil? “Sesungguhnya dari mana asal-usul lintasan-lintasan itu?” Dengan jawaban paling duniawi dan paling masuk akal, kita hanya bisa menggeleng dan menjawab pelan, “Tidak tahu.” Seorang ateis tulen dan/atau skeptis higienis yang rendah hati pasti akan sampai pada jawaban yang serupa.

Terlepas dari itu, jika ide atau gagasan atau pandangan atau temuan atau perasaan atau pencicipan itu datang kepada kita, kepada para penyair, atau bahkan kepada para saintis, misalnya, lalu apa makna dari kalimat ini: “Penyair itu mengarang sajak-sajaknya di malam hari”; atau “Saintis itu tengah memformulasikan temuan barunya”; dan semisalnya? Tentu absurd, bukan?

Dengan demikian, kita di sini dipaksa tiba di satu situasi yang membuat kita melakukan “pembalikan radikal”. Aku selalu kalah untuk tak tergoda mengutip aforisme Rumi yang bernas [dengan perubahan satu diksi dariku], bahwa: “Bukan orang yang haus yang menemukan air, tetapi airlah yang menemukan orang yang haus.”

Sumirnya, kita dijebak untuk berkata, “Puisi itu tengah mengarang/menulis si penyairnya”; atau “Temuan itu sedang memformulasikan sang saintis.” Tampak lugu dan tak masuk akal, kan? Itulah yang kita sebut “paradoks”; nian demikian kebenarannya walaupun kontras dengan yang-kita-biasanya-pahami-dan-yakini, mengingat lintasan-lintasan itu bukan kita yang memunculkan dan menampakkannya.

Kita hanyalah pembawa kamera, bukan pembawa pemandangan, kan?[]

*7/10/2022



Posting Komentar

0 Komentar