Seorang anak kecil bertanya padaku, “Bagaimana rasanya kata cinta?”
Agak nanap, aku mulai menyesap maksud pertanyaan. Kita
mungkin dalam berbahasa hanya tahu dua domain: domain pengertian dan domain
makna.
Secara sederhana, domain pengertian merujuk pada
denotasi dari sebuah kata, sementara domain makna pada konotasinya. Kita lupa
bahwa dalam berbahasa, khususnya berkenaan dengan manusia sebagai makhluk
budaya, terdapat domain rasa.
Rasa tentu tidak lagi baik pada domain pengertian
maupun pada domain makna. Pekerja kata kerap kali hanya bertungkus lumus dengan
dua domain tersebut. Memang, pekerja kata tak selalu pekerti kata.
Para pekerti kata menyesap betul rasa dari sebuah
kata. Rasa dari kata ‘rindang’, misalnya, atau ‘rusuh’, betul-betul telah
diteguk. Kita seyogianya mengerti bahwa kerja bahasa, terutama dalam puisi,
selalu merupakan kerja rasa. Akan tetapi, nahasnya, tidak semua penyair telah
mereguk rasa dari setiap kata—bahkan mereka alpa bahwa ada rasa di dalam setiap
kata.
Singkatnya, para pekerti kata bekerja pada area rasa
bahasa. Kembali ke sari persoalan, “Bagaimana rasanya kata cinta?”
*1/12/2022
0 Komentar