Sebenarnya problem itu sifatnya ilusif, keberadaannya seolah-olah ada dan diadakan, dan kemudian pikiran kita mengonstruksinya secara tunak. Yang kita hadapi pertama kali adalah suatu hal atau hal-hal atau kumpulan dari hal-hal. Ini mesti kita cecap pertama kali. Nah, suatu hal atau hal-hal atau kumpulan dari hal-hal tersebut bukanlah realitas lain yang setiap kerjapan kita tak pernah temui setiap hari, seperti misalnya meminum kopi, mimpi buruk, menjatuhkan sendok, atau terpeleset.
Itu adalah hal-hal. Sebagaimana hal-hal tersebut,
sebuah problem adalah sebua hal, yang pada dirinya tak pernah lebih dan tak
pernah kurang sebagai sebuah hal. Problem berasal dari bahasa Latin, problēma,
artinya "dikemukakan". Sering kali kita tukar kata problem dengan “persoalan”,
dari kata "soal". Setiap soal memang dikemukakan lantaran perlu
jawaban atau tanggapan.
Perhatikan bahwa sari patinya terletak pada jawaban
atau tanggapan, yang lagi-lagi, aku berpandangan, mesti kita semata-mata
tumpukan pada ihwal “bagaimana kita menjawabnya atau menanggapinya”.
Meminum kopi, sebagai suatu hal, sebagai problem,
memang secara natural tak mencemaskan pikiran kita kalau kita sangkarkan pada
suatu kesekarangan. Namun, ketika kita menanggapinya melampaui sangkar
sekarang, maka niscaya kita akan mendapati bahwa meminum kopi merupakan sebuah
problem sebagaimana diartikan pada galibnya.
Kita berpikiran bahwa meminum kopi dapat menyebabkan
terjaga sepanjang malam, menganggu jam tidur, kesiangan, terlambat bekerja,
atau dapat menyebabkan blablabla dan seterusnya. Problem dalam pengertian umum
memang terkesan dan amat terasa sekali situasi interuptifnya, yakni dia hadir
yang memotong jalur kebiasaan kita. Tiba-tiba kita merasa yang semestinya x
tetapi ternyata y.
Nah, perhatikan bahwa kita dapat mendeteksi asal
muasal dari problem, yaitu ancangan kita akan yang datang, kegigihan dalam
berekspektasi atas x yang belum tentu x. Ketika problem datang atau turun, ia
terasa menginterupsi, dan seperti bunyi “tek"”, pikiran dan batin kita
langsung awas wawas bahwa ini adalah problem.
Umumnya kita akan kelabakan dan kelimpungan, dan
sehingga pikiran kita limbung, batin kita karut-marut, yang kemudian menjadikan
“yang-hanya-suatu-hal-di-antara-hal-hal-lain” menjadi “HAL” dengan huruf balok
yang mencolok mata penglihatan kita. Menurut temanku, operasi yang perlu kita
manuverkan saat diinterupsi oleh apa-yang-kita-anggap-problem adalah melakukan “distansiasi
eksistensial”—biar kuistilahkan demikian.
Y hadir di mataku, tapi aku harus lekas-lekas
memitigasi diriku untuk tak terjebak oleh, dan terperosok ke dalam, kehadiran “Y
beserta situasi ke-Y-annya tersebut”. “Y” adalah satu hal, dan situasi ke-Y-an
itu adalah hal lain, dan yang belakang inilah yang memaksa kita untuk menutup
pikiran dan kemudian mengafirmasinya sebagai problem.
Y itu netral, tetapi situasi ke-Y-an itulah yang
membuat diri kita kelabakan untuk mengucapkan tak pikiran lebih dari, “Jangan-jangan,”
“Aduh,” “Lho kan,” “Kok begini,” dan semisalnya. Maka dari itu,
distansiasi eksistensial adalah senjata ultim yang harus kita punyai saat Y dan
situasi ke-Y-annya menginterupsi.
Dengan kata lain, keterjagaan kita terhadap situasi
terjaga kita (yaitu, keterjagaan dobel atau seperti “pikiran yang mengawasi
pikiran”), adalah solusi pertama yang kita punyai sebelum kita terperosok dan
semakin terperosok ke dalam “apa-yang-kita-anggap-problem”.
Problem adalah problēma,
yang dikemukakan secara objektif, atau bahkan yang dikemukakan secara subjektif
oleh diri kita sendiri, dan dengan demikian kita juga perlu untuk berjaga-jaga
bahwa apa yang dikemukakan tidak langsung serta-merta mesti kita tanggapi,
lebih-lebih di saat mata kita tertutup halimun yang menyituasikannya.
Kutegaskan ulang bahwa problem bisa disebut problem,
dan hanya bisa disebut problem, bila situasinya memang memungkinkan demikian,
dan situasi ini bersifat konstruktif alias bikinan. Oleh sebab itu, kita hanya
perlu melampaui “ketersituasian” tersebut. Problem? Adalah suatu hal, persis
seperti hal-hal lain, yakni misalnya, menyeruput kopi. Selamat menyeruput kopi,
menyeruput suatu hal, suatu problem.[]
*16/4/2023
0 Komentar